Kedua perpaduan arsitektur yang aneh ini membuat Tanamur terlihat seperti gabungan rumah ibadah mesjid dan gereja.
Dilansir Grid.ID dari iDEA online, Tanamur memiliki cat berwarna hitam dengan pintu bercorak klasik warna merah bata.
Pada bagian eksterior, Tanamur memiliki pekarangan yang cukup luas dengan pohon kaktus besar pada bagian taman.
Baca Juga : Molor 3 Jam dari Agenda, Ratna Sarumpaet Akhirnya Di-BAP Polisi
Sedangkan untuk bagian interior, Tanamur dapat diklasifikasikan sebagai diskotek dengan konsep Eropa yang mempunyai kelas.
Hal ini terlihat dari pemilihan interior-nya yang mengikuti mode pada jaman itu yakni paduan dominasi kayu dan kulit.
Lantai dansa terhampar luas dibagian tengah ruangan dengan sebuah bar yang didominasi bahan kayu dan bangku berbantal kulit kambing.
Tanamur digadang-gadang sebagai diskotek yang berbeda dengan kelab malam yang ada di hotel-hotel seperti Hotel Indonesia.
Pada masa itu, kelab malam hanya memutarkan lagu-lagu dari piringan hitam atau kaset.
Sedangkan Tanamur yang mengadaptasi perpaduan gaya Amerika dan Eropa memutar musik yang dapat dipakai bergoyang tanpa aturan formal seperti kelab malam.
Baca Juga : Ini Daftar Permintaan Ratna Sarumpaet Selama Menjadi Tahanan
Achmad Fahmy Alhady merogoh kocek hingga Rp 25 juta untuk membangun dan menyempurnakan Tanamur.
Sejak saat itu, Tanamur tak pernah sepi pengunjung.
Tiket masuknya saat itu Rp10-20 ribu dan pengunjung bisa mendapat satu porsi minuman gratis dengan menukar tiket masuk.
Saat terjadi krisis moneter pada masa pemerintahan Presiden Soeharto di tahun 90-an, Tanamur mulai meredup.
Kemudian, penurunan pengunjung drastis dimulai sejak peristiwa bom Bali 2002 yang membuat masyarakat merasa tak aman berada dalam diskotek.
Tanamur akhirnya resmi menyudahi gemerlapnya lampu disko pada tahun 2005.(*)