Find Us On Social Media :

Tanamur, Diskotek Legal di Jakarta Milik Mantan Suami Ratna Sarumpaet

By Tata Lugas Nastiti, Jumat, 5 Oktober 2018 | 19:59 WIB

Tanamur, diskotek legal di Jakarta milik mantan suami Ratna Sarumpaet

Laporan wartawan Grid.ID, Tata Lugas Nastiti

GRID.ID - Aktivis HAM wanita Ratna Sarumpaet kini terancam hukuman pidana 10 tahun atas kasus penyebaran berita hoaks yang melibatkan dirinya.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi pasti mengenai kelanjutan kasus penyebaran berita hoaks yang mengancam kebebasan Ratna Sarumpaet.

Tetapi, tahukah Anda jika Ratna Sarumpaet adalah seorang mantan istri dari pemilik diskotek terbesar di Jakarta tahun 70'an?

Ya, wanita kelahiran Taruntung, Tapanuli Utara pernah menjalin hubungan rumah tangga dengan sorang pria berdarah Arab-Indonesia.

Pria tersebut bernama Achmad Fahmy Alhady.

Baca Juga : Merasa Dimanfaatkan Dalam Kasus Ratna Sarumpaet, Dorce Gamalama: Modusnya Luar Biasa!

Bagi warga Indonesia, khususnya wilayah DKI Jakarta yang sempat mengalami perubahan hidup di tahun 70'an sampai 80'an pasti mengenal mantan suami Ratna Sarumpaet ini.

Achmad Fahmy Alhady adalah seorang juragan tekstil di Tanah Abang sekaligus pemilik diskotek terbesar di Jakarta, Tanamur the Discotheque.

Dilansir Grid.ID dari iDEA online, Tanamur adalah diskotek pertama terbesar di Jakarta pada tahun 1970.

Diskotek Tanamur didirikan pada 12 November 1970.

Dilansir Grid.ID dari Bangka Pos, Achamd Fahmy Alhady adalah pemiliki diskotek pertama yang legal di Jakarta pada masa itu.

Bahkan kabarnya ketenaran Tanamur sebagai diskotek legal pertama di Asia Tenggara sampai terdengar ke Eropa.

Baca Juga : Sebelum Berita Hoax-nyaTerbongkar, Ratna Sarumpaet Sempat Mengeluh Rindu Cucu

Saking terkenalnya, grup musik Amerika Serikat, Deep Purple hingga menyelenggarakan konser pertama mereka di Jakarta pada tahun 1975 dengan Tanamur sebagai concert venue-nya.

Nama Tanamur sendiri adalah singkatan dari Tanah Abang Timur yang merupakan lokasi dari diskotek tersebut.

Menurut Gurbenur Jakarta saat itu, Ali Sadikin, hiburan malam merupakan suatu syarat dan keharusan Jakarta untuk menjadi sebuah kota metropolitan.

Tentu saja pembangunan diskotek tersebut harus memenuhi berbagai syarat perijinan yang dikeluarkan pemerintah wilayah DKI Jakarta.

Ali Sadikin menganggap diskotek bisa menjadi sumber pemasukan provinsi.

Selain itu diskotek juga dapat sarana hiburan yang bisa menarik lebih banyak investor untuk tinggal lebih lama di Jakarta.

Baca Juga : Terjerat Kasus Berita Bohong, Ternyata Mantan Suami Ratna Sarumpaet Penguasa Hiburan Malam

Awal mulanya, Tanamur hanyalah bangunan rumah tua biasa.

Tanamur memilki atap berbentuk segitiga, bersandingan dengan kubah besar berbentuk setengah lingkaran.

Kedua perpaduan arsitektur yang aneh ini membuat Tanamur terlihat seperti gabungan rumah ibadah mesjid dan gereja.

Dilansir Grid.ID dari iDEA online, Tanamur memiliki cat berwarna hitam dengan pintu bercorak klasik warna merah bata.

Pada bagian eksterior, Tanamur memiliki pekarangan yang cukup luas dengan pohon kaktus besar pada bagian taman.

Baca Juga : Molor 3 Jam dari Agenda, Ratna Sarumpaet Akhirnya Di-BAP Polisi

Sedangkan untuk bagian interior, Tanamur dapat diklasifikasikan sebagai diskotek dengan konsep Eropa yang mempunyai kelas.

Hal ini terlihat dari pemilihan interior-nya yang mengikuti mode pada jaman itu yakni paduan dominasi kayu dan kulit.

Lantai dansa terhampar luas dibagian tengah ruangan dengan sebuah bar yang didominasi bahan kayu dan bangku berbantal kulit kambing.

Tanamur digadang-gadang sebagai diskotek yang berbeda dengan kelab malam yang ada di hotel-hotel seperti Hotel Indonesia.

Pada masa itu, kelab malam hanya memutarkan lagu-lagu dari piringan hitam atau kaset.

Sedangkan Tanamur yang mengadaptasi perpaduan gaya Amerika dan Eropa memutar musik yang dapat dipakai bergoyang tanpa aturan formal seperti kelab malam.

Baca Juga : Ini Daftar Permintaan Ratna Sarumpaet Selama Menjadi Tahanan

Achmad Fahmy Alhady merogoh kocek hingga Rp 25 juta untuk membangun dan menyempurnakan Tanamur.

Sejak saat itu, Tanamur tak pernah sepi pengunjung.

Tiket masuknya saat itu Rp10-20 ribu dan pengunjung bisa mendapat satu porsi minuman gratis dengan menukar tiket masuk.

Saat terjadi krisis moneter pada masa pemerintahan Presiden Soeharto di tahun 90-an, Tanamur mulai meredup.

Kemudian, penurunan pengunjung drastis dimulai sejak peristiwa bom Bali 2002 yang membuat masyarakat merasa tak aman berada dalam diskotek.

Tanamur akhirnya resmi menyudahi gemerlapnya lampu disko pada tahun 2005.(*)