Laporan Wartawan Grid.ID, Septiyanti Dwi Cahyani
Grid.ID - Perjuangan tak pernah mengkhianati hasil.
Ungkapan itu rasanya sesuai untuk seorang wanita bernama Nadia Murad.
Pasalnya, ia baru saja menerima hadiah Nobel Perdamaian 2018 pada Jumat (5/10/2018) kemarin.
Nadia Murad, merupakan seorang wanita asal Irak Yazidi yang disiksa dan diperkosa oleh militan ISIS.
Ia kemudian menjadi ikon kampanye untuk membebaskan orang-orang Yazidi.
Ya, seperti yang dilansir dari Kompas.com (5/10/2018), Yazidi merupakan salah satu kelompok etnis yang paling menderita saat Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menyapu wilayah Irak.
Baca Juga : Parade Militer Iran : ISIS Rilis Video Ketiga Pelaku Sedang dalam Persiapan Penyerangan
Nadia Murad menjadi salah satu anggota kelompok etnis Yazidi yang paling memahami bagaimana penderitaan hidup di bawah kekuasaan ISIS.
Wanita yang berusia 25 tahun ini dulunya tinggal di desa yang tenang di pegunungan Sinar, wilayah utara Irak.
Desa tersebut tak jauh dari perbetasan dengan Suriah.
Namun, ketenagan itu hancur ketika kelompok militan ISIS masuk dan mulai menyapu wilayah Irak dan Suriah pada tahun 2014.
Sejak itulah hidup Nadia Murad berubah menjadi hari-hari yang dipenuhi dengan mimpi buruk.
Satu hari di bulan Agustus 2014, sejumlah truk pikap dengan bendera hitam berkibar di atasnya memasuki desa Kocho, tempat tinggal Nadia.
Baca Juga : Ini Dia Senjata yang Membuat Keder Militan ISIS di Irak dan Suriah, Indonesia Ternyata Juga Mempunyainya
ISIS membunuh semua pria yang ada di desa itu.
Mereka juga menculik anak-anak untuk dilatih menjadi tentara dan menjadikan para wanita sebagai budak pemuas nafsu mereka.
"ISIS merampas kehormatan kami, tetapi justru merekalah yang kehilangan kehormatan", ujar Nadia yang kini menjadi duta besar PBB untuk penyintas dan perdagangan manusia.
Selama kurang lebih tiga bulan menjadi tawanan ISIS, Nadia berulang kali dipukuli, disiksa dan diperkosa.
Kekejaman ISIS masih tak berhenti di situ saja.
ISIS kemudian menggelar pasar budak untuk menjual para perempuan dan gadis Yazidi kepada siapa saja yang berniat membeli.
Baca Juga : Pengakuan Mantan Istri Pejuang ISIS, 'Saya Kira Rapper, Ternyata Teroris'
ISIS juga memaksa para perempuan Yazidi untuk meninggalkan kepercayaan yang mereka anut sebelumnya.
Sebagai tambahan informasi, kelompok etnis Yazidi yang berbahasa Kurdi itu menganut sebuah agama kuno yang mempercayai satu Tuhan dan pemimpin para malaikat yang direpresentasikan dalam bentuk burung merak.
Terus dipukuli, disiksa dan diperkosa.
Rupanya penderitaan masih berlanjut ketika ia dipaksa menikah dengan anggota ISIS.
Nadia kembali disiksa, dipaksa menggunakan makeup dan dipaksa berpakaian ketat.
Karena tak tahan dengan berbagai penderitaan itu, akhirnya Nadia nekat melarikan diri dan berhasil selamat.
Baca Juga : Sempat Dijadikan Budak ISIS, 3 Wanita Ini Memiliki Kisah Memilukan
Ia mendapat bantuan dari sebuah keluarga Muslim asal Mosul, Irak.
Dengan berbekal surat-surat palsu, Nadia berhasil melintasi perbatasan dan masuk ke wilayah Kurdi untuk kembali bergabung dengan ribuan pengungsi Yazidi lain yang ada di sana.
Di sanalah Nadia baru mengetahui jika enam saudara laki-laki dan ibunya tewas dibunuh ISIS.
Nadia kemudian dibantu sebuah organisasi yang membantu warga Yazidi untuk bisa bertemu dengan saudara perempuannya yang ada di Jerman.
Sejak itu, Nadia mulai mendedikasikan dirinya untuk berjuang dan menjadi aktivis anti-kekerasan terhadap perempuan.
Nadia menyebut perjuangan itu dengan 'perjuangan rakyat kami'.
Pergerakan dan perjuangan Nadia untuk terus melawan kekerasan terhadap perempuan ini telah dimulai jauh sebelum gerakan #MeToo dimulai.
Dilansir dari laman BBC (6/10/2018), setelah menerima hadiah Nobel Perdamaian Nadia mengatakan:
"Melihat hadiah ini, saya jadi teringat anggota keluarga yang hilang dan masih belum ditemukan, ada 1.300 wanita dan anak-anak yang masih ada di pengungsian.
Bagi saya sendiri, saya teringat ibu saya yang dibunuh oleh ISIS.
Penganiayaan terhadap minoritas harus diakhiri.
Kita harus bekerja sama dengan tekad untuk membuktikan bahwa kampanye genosida tidak akan gagal, tetapi mengarah pada akuntabilitas para pelaku dan keadilan bagi para korban", ujar Nadia Murad.
Baca Juga : Pernah Habisi 100 Nyawa Pejuang ISIS, Wanita Cantik Ini Jadi Buruan Utama Seharga Rp 13 Miliar
Sementara itu, presiden baru Irak, Barham Saleh menyebut penghargaan itu sebagai kehormatan bagi semua warga Irak yang memerangi terorisme dan kefanatikan.
Ini bukanlah penghargaan pertama yang diraih Nadia.
Pada tahun 2016, Nadia dianugerahi Penghargaan Hak Asasi Manusia Vaclav Havel oleh Dewan Eropa.
Ia juga pernah menyerukan pengadilan internasional untuk menilai kejahatan yang dilakukan ISIS dalam pidatonya di Strasbourg, Perancis.
Nadia Murad juga menjadi orang Irak pertama yang memenangkan penghargaan.
Keep inspiring, Nadia Murad! (*)