Grid.ID - Kelompok teroris dunia Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) kerap menimbulkan kesengsaraan di negara yang mereka serang.
Salah satu yang terparah karena diduduki ISIS adalah Irak.
Dikutip dari AFP dan Kompas.com, Sabtu (6/10) saat ISIS menguasai Irak, etnis yang paling dirugikan ialah Yazidi.
Pada Agustus 2014 ISIS menyerang wilayah pegunungan Sinjar, Irak Utara di mana etnis Yazidi tinggal di sana.
Baca Juga : Kisah Sedih Israel, Bocah yang Dipeluk Jokowi, Selamat dari Tsunami Tapi Ibunya Meninggal
Sejumlah truk pickup berisi ekstrimis ISIS bersenjata menyatroni desa Kocho.
ISIS kemudian menyerbu desa dan membunuh semua pria di desa tersebut.
Sedangkan anak-anak desa diculik dan dilatih untuk menjadi tentara mereka.
Lebih mengenaskannya lagi, perempuan-perempuan desa diciduk untuk dijadikan budak seks.
Baca Juga : Terobsesi Jadi Vampir, Pria Ini Tidur dalam Peti Mati dan Meminum Darah Segar Setiap Harinya
Salah satu perempuan dari desa tersebut adalah Nadia Murad.
Nadia (25) dan perempuan desa Kocho lainnya diangkut dengan truk untuk di bawa ke Mosul yang didaulat sebagai ibukota ISIS.
Selama tiga bulan lebih Nadia dan perempuan lainnya menjalani dunia bagai neraka di sana.
Mereka disiksa, dipukuli dan diperkosa berulang kali.
ISIS juga menghinakan kepercayaan mereka dan memaksa Nadia memeluk agama baru, yakni satu tuhan yang direpresentasikan dalam bentuk burung merak.
Ujung-ujungnya Nadia dipaksa juga menikahi seorang anggota ISIS yang menyuruhnya memakai make up serta pakaian ketat.
Tak tahan dengan siksaan neraka dunia itu, Nadia nekat kabur.
Ia berhasil selamat setelah mendapat bantuan keluarga Muslim untuk kabur keluar dari Mosul.
Setelah melintasi perbatasan Irak-Suriah, Nadia berhasil masuk ke wilayah Kurdi dengan ribuan pengungsi etnis Yazidi di sana.
Baca Juga : Dopper, Latihan Brutal Para Prajurit TNI, Diberondong Peluru dari Jarak Amat Dekat
Namun kenyataan pahit kembali menghampiri Nadia saat di pengungsian.
Ia mengetahui jika ibu dan keenam saudara laki-lakinya sudah tewas dibunuh oleh ISIS.
Untung dirinya mendapat bantuan dari sebuah organisasi dan Nadia bisa bertemu dengan saudarinya di Jerman, tempat sekarang ia tinggal.
Sejak tinggal di Jerman, Nadia mendedikasikan dirinya sebagai aktivis anti kekerasan terhadap perempuan bernama "Perjuangan Rakyat Kami."
Ia menyuarakan penderitaan etnis Yazidi dan korban ISIS lainnya ke seluruh dunia.
Dia juga memperjuangkan agar dunia mengakui perbuatan ISIS terhadap etnis Yazidi bisa dikategorikan sebagai genosida.
Keteguhan hati, sikap berjuang dan empatinya membawa Nadia meraih Nobel Perdamaian 2018 pada Jumat (5/10).
"ISIS ingin merampas kehormatan kami, tetapi justr merekalah yang kehilangan kehormatan," ujar Nadia.
Kini selain meraih Nobel, Nadia juga menjadi duta besar PBB untuk para penyintas perdagangan manusia.(*)