Laporan Wartawan Grid.ID, Andika Thaselia Prahastiwi
Grid.ID - Nama Nadia Murad tengah ramai diperbincangkan setelah mantan budak seks ISIS ini meraih penghargaan Nobel Perdamaian.
Seperti yang sudah diberitakan Grid.ID sebelumnya, Nadia Murad adalah warga Desa Kocho, Irak, yang pernah diserang oleh simpatisan ISIS.
Saat semua pria dibunuh oleh ISIS, perempuan-perempuan Desa Kocho termasuk Nadia Murad diciduk dan dijadikan budak seks.
Wanita 25 tahun tersebut bersama perempuan-perempuan lainnya diangkut dengan truk untuk dibawa ke Mosul yang didaulat sebagai ibukota ISIS.
Baca Juga : Nadia Murad, Dulu Dijadikan Budak Seks ISIS yang Kini Meraih Nobel Perdamaian
Mereka kemudian disiksa, dipukuli, dan diperkosa berkali-kali.
Tak tahan dengan siksaan yang dialaminya, Nadia Murad kemudian kabur dan melintasi perbatasan Irak-Suriah untuk kemudian bergabung dengan pengungsi etnis Yazidi yang ada di sana.
Setelah itu Nadia Murad mendapat bantuan dari sebuah organisasi dan tinggal di Jerman, berkumpul dengan saudarinya yang sempat terpisah.
Sejak tinggal di Jerman, Nadia mendedikasikan dirinya sebagai aktivis anti kekerasan terhadap perempuan bernama "Perjuangan Rakyat Kami".
Baca Juga : Nadia Murad, Mantan Tawanan ISIS yang Baru Saja Meraih Hadiah Nobel Perdamaian 2018
Ia menyuarakan penderitaan etnis Yazidi dan korban ISIS lainnya ke seluruh dunia.
Dia juga memperjuangkan agar dunia mengakui perbuatan ISIS terhadap etnis Yazidi bisa dikategorikan sebagai genosida.
Keteguhan hati, sikap berjuang dan empatinya membawa Nadia Murad meraih Nobel Perdamaian 2018 pada Jumat (5/10).
Kisah Nadia Murad ini kemudian diliput beragam media besar internasional dan menjadikannya banyak diperbincangkan masyarakat.
Baca Juga : Parade Militer Iran : ISIS Rilis Video Ketiga Pelaku Sedang dalam Persiapan Penyerangan
Lalu, sebenarnya siapa sosok Nadia Murad ini?
Berikut fakta-fakta tentang Nadia Murad yang berhasil dihimpun oleh Grid.ID.
1. Bagian dari etnis Yazidi
Nadia Murad adalah bagian dari etnis Yazidi yang diserang oleh kelompok ekstremis ISIS.
Baca Juga : Ini Dia Senjata yang Membuat Keder Militan ISIS di Irak dan Suriah, Indonesia Ternyata Juga Mempunyainya
Penyerangan ini dilakukan di wilayah pegunungan Sinjar, Irak Utara.
Penyerangan terjadi pada 15 Agustus 2015.
2. Diculik ISIS saat berusia 21 tahun
Mengutip dari sinopsis buku Nadia Murad yang berjudul 'The Last Girl' di laman Penguin Random House, ternyata ia diculik oleh ISIS saat berusia 21 tahun.
Baca Juga : Diserang ISIS Saat Parade Militer Berlangsung, Presiden Iran Bersumpah Bakal Memberikan Balasan
Dalam usia yang sama, Nadia Murad menjadi saksi kejinya ISIS menumpas para pria dan wanita yang terlalu tua untuk dijadikan budak seks.
3. Bercita-cita mendirikan salon kecantikan
Siapa sangka, Nadia Murad pernah punya mimpi untuk memiliki salon kecantikan.
Bukan hanya itu, ia juga pernah bercita-cita menjadi guru sejarah.
Baca Juga : Anggota ISIS yang Serukan Penyerangan pada Pangeran George Ditikam di Penjara Manchester
4. Kehilangan banyak anggota keluarga saat tragedi penyerangan ISIS
Dalam penyerangan pada Agustus 2014 tersebut, Nadia Murad kehilangan semua saudara laki-lakinya yang berjumlah 6 orang.
Selain itu, ia juga kehilangan ibunya yang dibunuh simpatisasn ISIS beberapa saat setelahnya.
5. Juga mendapat kehormatan sebagai Duta Khusus PBB
Baca Juga : ISIS Rilis Video Propaganda Baru Soal Drone Membom Rusia
Selain Nobel Perdamaian, Nadia Murad juga didapuk menjadi duta besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Nadia Murad adalah orang pertama yang menjadi Duta Khusus Bermartabat untuk Orang yang Selamat dalam Kasus Perdagangan Manusia.
6. Bukunya dipuji banyak kritikus media besar
Buku Nadia Murad yang berjudul 'The Last Girl' diterbitkan pertama kali pada 31 Desember 2017.
Baca Juga : Jadi Anggota ISIS, Seorang Wanita Asal Prancis Dihukum di Irak
Buku ini mendapat pujian dari beragam media besar.
Diantaranya menjadi Editor's Choice New York Times, lalu review positif dari The Washington Post, The Economist, The New Yorker, People, dan lain-lain.
Kisah Nadia Murad memang menginspirasi dari segi tekad kuatnya dan juga menyadarkan bahwa ancaman terhadap wanita masih begitu besar.
Yang jelas, perjuangan Nadia Murad memang layak untuk diganjar dengan Nobel Perdamaian. (*)