Laporan Wartawan Grid.ID, Agil Hari Santoso
Grid.ID - Film The Cleaners, orang yang bekerja sebagai pembersih konten media sosial di Filipina selalu melihat unggahan sadis dari pengguna medsos setiap hari.
Pada film The Cleaners, orang yang bekerja sebagai pembersih konten media sosial di Filipina mengatakan, harus mengawasi unggahan sadis dan berbagai jenis lainnya yang dapat membuat tidak nyaman pengguna.
Film The Cleaners yang dibahas di BBC menunjukkan, para pembersih konten media sosial di Manila, Filipina ini memiliki kisah pilu tersendiri karena beban psikologis yang ditanggung akibat melihat unggahan sadis setiap waktu.
Baca Juga : Viral di Media Sosial Sari Buah Pisang Cair Mengandung Narkoba, Berikut Fakta-faktanya!
Mengutip dari BBC.com, para pembersih konten ini dibayar oleh pihak media sosial untuk menghapus konten-konten yang membuatmu tidak nyaman.
Setiap hari, mereka harus melihat jutaan gambar dan video yang diunggah pengguna media sosial.
Pekerjaan ini juga memberikan tekanan mental yang sangat berat untuk para pekerjanya.
Baca Juga : Update Gempa Donggala: KOMINFO Informasikan 8 Berita Hoaks yang Beredar di Media Sosial
Bahkan salah seorang pekerja mengatakan, dirinya telah melihat ratusan kepala orang dipenggal lewat pekerjaannya.
Kisah pilu pembersih konten Facebook ini dikutip BBC dari sebuah film dokumenter The Cleaners.
Film dokumenter The Cleaners, menceritakan kisah pilu para pembersih konten digital Facebook yang harus melihat video-video keji dan dapat mengganggu mental.
Baca Juga : Viral di Media Sosial, Seorang Mantan Datang Membawa Preman Sekampung untuk Mengacaukan Pesta Pernikahan
Film dokumenter The Cleaners, memfokuskan kisah pilu pembersih konten digital outsourcing dan bergaji rendah di Manila, Filipina.
Sutradara The Cleaners, Moritz Riesewieck mengatakan, di Manila, banyak anak-anak muda yang bekerja sebagai pembersih konten digital.
"Ini adalah industri tersembunyi di Filipina, dan banyak perusahan outsourcing yang bekerjasama dengan pihak media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan sebagainya," ujar Moritz.
Baca Juga : Sang Mertua Ditangkap Atas Kasus Berita Bohong, Netizen Malah Tulis #SaveRioDewanto di Media Sosial
Moritz mengungkapkan, pembersih konten bertugas untuk memeriksa gambar, video dan konten lain yang dilaporkan oleh pengguna media sosial.
"Jika kau membuat satu kesalahan saja, kau bisa menghancurkan hidup seseorang, atau banyak orang," ujar salah seorang pekerja wanita.
Bahkan, sang wanita yang tidak diketahui namanya ini, beberapa konten dapat memicu perang terjadi dan beresiko membuat nyawa seseorang melayang.
Baca Juga : Meninggal 60 Tahun Lalu, Identitas Jenazah ini Terpecahkan Berkat Media Sosial
Seorang pembersih konten digital lainnya, mengaku sebelumnya tidak mengetahui tugas dari pekerjaan yang ia lamar ini.
"Ketika training, aku tidak tahu apa itu moderator konten," ujarnya.
Mengutip BBC, pembersih konten ini mengaku telah melihat banyak video kekerasan seksual pada anak kecil.
Baca Juga : Cara Cerdas Menandai Berita 'Hoax' di Media Sosial, Awas Tertipu!
"Yang mana (video kekerasan seksual pada anak) sangat tidak bisa dimaafkan," tambahnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya sempat menyerah dan tak sanggup lagi bekerja sebagai pembersih konten media sosial.
"Aku langsung menghadap bosku dan mengatakan bahwa aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku tak bisa melakukannya. Aku tak bisa melihat anak-anak kecil. Tapi dia bilang bahwa aku harus melakukannya karena ini pekerjaanku dan aku sudah menandatangani kontrak," ujar wanita ini.
Baca Juga : Seorang Suami di Sidoarjo Tega Menjual Istrinya Lewat Media Sosial Dengan Alasan untuk Membayar Utang
Sutradara The Cleaner, Moritz Riesewieck , menambahkan, masalah muncul saat para pembersih konten digital ini harus melihat video kekerasan selama 8 hingga 10 jam setiap harinya.
"Dan mereka harus melihat berbagai macam video keji seperti kekerasan anak, video teror, pemenggalan kepala manusia, dan berbagai video yang tidak ingin kita bayangkan," ujar Moritz.
BBC melansir bahwa platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Youtube, memberikan bantuan psikologis disediakan untuk semua pekerja pembersih konten digital, termasuk yang outsourcing.
Baca Juga : Menpora Ajak Para Penggiat Media Sosial Gaungkan Asian Games 2018
Namun menurut Moritz, bantuan psikologis tersebut tidak cukup untuk pekerja outsourcing bergaji kecil seperti yang muncul di filmnya.
"Hampir tidak ada bantuan psikologis yang sesuai, pekerjaan ini seperti, pekerjaan yang kotor untuk kita semua," ujar Moritz. (*)