Find Us On Social Media :

Kisah Misi AURI, Nekat Tembus Blokade Belanda Hingga Mengkibuli Otoritas Filipina

By Seto Ajinugroho, Rabu, 24 Oktober 2018 | 08:21 WIB

RI-002 yang sekarang sudah jadi monumen.

Grid.ID - Sebelum Belanda melakukan Agresi Militer 1 nya ke Republik Indonesia pada 21 Juli 1947, mereka sudah melakukan ancang-ancang.

Ancang-ancang yang dimaksud ialah melakukan blokade segala penjuru ibukota Indonesia saat itu, Jogjakarta sebelum melakukan serangan.

Praktis segalanya tak bisa masuk ke Jogjakarta karena blokade rapat kompeni.

Hal itu tentu mempersulit tentara Indonesia yang masih seumur jagung untuk mempertahankan kemerdekaan negeri ini.

Baca Juga : Winston Churchill Pernah Ramalkan Ratu Elizabeth II Akan Jadi Ratu Inggris Meski Ia Bukan Pewaris Tahta Utama

 

Tak pelak dengan modal berani dan nekat, mau tak mau Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI/TNI AU) harus dapat menembus blokade Belanda berbekal pesawat C 47 Dakota dengan callsign RI-002.

Tujuannya ialah menjual rempah Kina ke Filipina demi mendapatkan dana untuk membiayai perang terhadap Belanda.

Dipilihnya pesawat sebagai moda operasi ini tak lain lantaran blokade Belanda di udara masih 'remang-remang' sehingga kemungkinan lolos lebar.

Misi ini sendiri diinisasi oleh KSAU saat itu Soerjadi Soerjadarma yang ia namai Misi Kina.

Baca Juga : Ternyata Arab Saudi Kerap Beri Hadiah Perhiasan Mewah untuk Keluarga Kerajaan Inggris

Ditukil dari Doorstoot naar Djokja, KSAU lantas menunjuk Opsir Muda III Petit Muharto sebagai pimpinan misi Kina yang bakal dilaksanakan Juni 1947.

Uniknya dalam misi kali ini, pesawat RI-002 akan dipiloti oleh mantan pilot AL AS yang bekerja di Commercial Air Lines Incorporated, Bob Freeberg.

Benar saja, blokade Belanda masih minim di udara sehingga RI-002 lenggang kangkung menuju Filipina.

Namun masalah belum selesai sampai situ.

Baca Juga : Kisah Ida Ayu, Siswi SMK Asal Karanganyar yang Berjualan Cilok Demi Hidupi Sang Adik

Justru para awak pesawat was-was lantaran callsign 'RI' belum diakui dunia penerbangan internasional lantaran Indonesia saat itu juga belum diakui keberadaannya di dunia.

Untung pesawat dapat mendarat mulus di bandara Makati, Fliipina, Juni 1947.

Baru saat di darat masalah lain muncul.

Otoritas Filipina kemudian memanggil Bob Freeberg karena ia terbang menggunakan pesawat 'asing' yang belum diakui secara internasional.

Bob dicecar pertanyaan mengenai kelengkapan dan izin penerbangannya.

Hingga satu pertanyaan yang membuatnya bingung tak bisa menjawab ketika Bob ditanyai siapa co-pilotnya.

Sesuai aturan penerbangan internasional bahwasanya sebuah pesawat harus ada pilot dan co pilotnya.

Jelas saja tak ada co-pilotnya! lha wong dia sendiri yang menyetiri pesawat, pikir Bob.

Dalam kebingungan, pimpinan misi Petit Muharto langsung 'ngacung' jika dirinyalah co pilot pesawat.

Hal ini membuat otoritas Filipina tak langsung percaya, mereka kemudian menanyai dan menyuruh Muharto menunjukkan identitasnya sebagai penerbang.

Sekarang giliran Muharto yang bingung, bisa runyam jika ia ketahuan bohong dan misi gagal.

Muharto hanya bisa melakukan satu hal, yakni menunjukkan kartu anggota AURI miliknya.

Untung otoritas Filipina tak paham bahasa Indonesia, lantaran di kartu anggota AURI tertulis 'Muharto, Opsir Udara III' dan mereka percaya saja jika Muharto seorang penerbang!

Usai mengkibuli otoritas Filipina itu Muharto dkk langsung mencari pembeli rempah Kina yang mereka bawa.

Misi itu juga mendapat tuntutan Konjen Belanda agar tak ada yang mau membeli Kina Indonesia tersebut.

Namun semuanya dapat dilewati oleh Muharto dan anggota misi Kina.

September 1947, Muharto beserta tim kembali ke Indonesia.

Agresi Militer 1 Belanda sudah dilancarkan ketika pesawat RI-002 kembali ke Indonesia.

Mereka mendarat di bandara Maguwo dengan selamat membawa dana dan seorang kapten AD Filipina Ignacio 'Igning' Espina yang diperbantukan untuk melatih para gerilyawan demi menghadapai Belanda. (Seto Aji/Grid.ID)