Find Us On Social Media :

Hari Pahlawan : Seperti Bung Tomo, Inilah K'tut Tantri, Wanita Asing Pemberi Semangat Pejuang dalam Pertempuran Surabaya

By Agil Hari Santoso, Kamis, 25 Oktober 2018 | 20:16 WIB

Hari Pahlawan : Seperti Bung Tomo, Inilah K'tut Tantri, Wanita Asing Pemberi Semangat Pejuang dalam Pertempuran Surabaya

Laporan Wartawan Grid.ID, Agil Hari Santoso

Grid.ID - Seperti Bung Tomo, wanita asing bernama K'tut Tantri juga ikut berperan aktif dalam Pertempuran Surabaya yang saat ini dikenang sebagai Hari Pahlawan.

K'tut Tantri ikut membantu Bung Tomo menyemangati para pejuang Pertempuran Surabaya lewat Radio Pemberontakan pada 10 November 1945, yang kini dikenang sebagai Hari Pahlawan.

Untuk menyambut Hari Pahlawan, kita harus mengetahui sosok K'tut Tantri, si jurnalis asing yang ikut berpidato seperti Bung Tomo pada saat Pertempuran Surabaya ini.

Baca Juga : Hari Pahlawan 2018 : Ternyata Maia Estianty dan 3 Seleb Berikut adalah Keturunan Pahlawan Indonesia

Mengutip National Geographic, nama asli K'tur Tantri adalah Muriel Stuart Walker.

Ia lahir pada Sabtu, 18 Februari 1899 di Glasgow, Skotlandia, Britania Raya.

K'tut merupakan adalah anak tunggal dari pasangan James Hay Stuart Walker dan laura Helen Quayle.

Baca Juga : Hari Pahlawan : 73 Tahun Berlalu, Begini Kondisi Hotel Yamato Sekarang Tempat Dirobeknya Bendera Belanda

K'tut memiliki darah bangsa Viking yang terkenal pemberani dan suka berpetualang.

Nama K'tut Tantri ia dapat setelah dirinya diangkat menjadi anak oleh Raja Bangli.

Selain nama K'tut Tantri, wanita asing yang ikut mengobarkan semangat para pejuang pada hari Pertempuran Surabaya ini memiliki julukan lain.

Baca Juga : Hari Pahlawan : Bukan Hanya Brigjen Mallaby, Ada Satu Lagi Perwira Inggris yang Tewas dalam Pertempuran 10 November Surabaya

Ia diberi julukan Miss Daventry, Molly McTavish, Modjokerto Molly, Merdeka Moli, Solo Sally, Tanchery, Oestermann, Djokja Josy, Vannine, Vannen, dan Manxy.

Lewat Radio Pemberontakan, ia membantu Bung Tomo dalam mengobarkan semangat rakyat Surabaya yang sedang berjuang melawan militer Inggris.

"Bohong semoea! Tidak ada extremist di Indonesia, jang dikendaki mereka semata-mata kemerdekaan belaka. Tetapi orang Inggris dan NICA, mereka adalah extremist kelas satoe. Mereka telah soenggoeh telah keluar dari batas kemanoesiaan," ucap Tantri seperti yang telah dilansir National Geographic Indonesia.

Baca Juga : Selamat Hari Pahlawan 2017, Tema Perayaan Tahun Ini Unik Lho, Bakal Ada. . . .

Ketika militer Inggris menguasai Surabaya, Tantri turut menyingkir dan bergerilya bersama para pejuang hingga ke daerah pegunungan di wilayah Mojokerto.

Istri Bung Tomo, Sulistina Sutomo, mengungkapkan dirinya pernah bertemu dengan sosok Tantri.

"Saya tidak akan melupakan detik-detik kala Tantri dengan tenang mengucapkan pidatonya di muka mikropon, sedangkan bom-bom dan peluru-peluru mortir berjatuhan dengan dahsyatnya di keliling pemancar radio pemberontakan," ujar Sulistina, sang istri Bung Tomo.

Baca Juga : Jauh dari Kesan Mewah, Intip Penampakan Rumah Soekarno di Surabaya yang Kini Beralih Fungsi

Dikenal sebagai Surabaya Sue, Tantri akhirnya bergabung dengan pemerintahan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.

Dikutip Grid.ID dari Independent.co.uk, Tantri bertugas untuk menulis pidato-pidato Soekarno.

Tantri sempat mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Nararya dari pemerintah Republik Indonesia pada November 1998.

Baca Juga : #CrazyRichSurabayan, Kisah Seorang Guru dan Murid Kecilnya yang Polos

Bukan karena perjuangannya saat Pertempuran Surabaya, tapi atas jasanya sebagai jurnalis dan pegawai Kementrian Penerangan pada tahun 1950.

Mengutip Independent.co.uk, Tantri kemudian pergi ke Amerika untuk menulis bukunya yang berjudul Revolt in Paradise atau Revolusi di Nusa Damai.

"Kenangan untuk rakyat Indonesia yang begitu mulia memberikan hidup mereka untuk merdeka, 1945-1949 dan bagi mereka yang masih hidup yang akan melihat bahwa pengorbanan mereka tidak sia-sia," tulis K'tut Tantri di halaman pembuka bukunya.

Baca Juga : Sering ke Surabaya, Ahmad Dhani Berharap Pihak Kepolisian Ganti Biaya Perjalanannya

K'tut Tantri kemudian menghabiskan hidupnya di Australia, tepatnya di sebuah panti jompo di Redferd, Sydney, New South Wales.

Di tempat itu juga, K'tut Tantri meninggal duna pada Minggu malam, 27 Juli 1997 di umurnya yang ke 99 tahun.

Bendera Indonesia dan lembaran kain kuning dan putih khas Bali terhampar di atas petinya.

Wasiat K'tut Tantri untuk diaben di Bali, tidak pernah terlaksana. (*)