Hal ini dituturkan oleh salah satu penasihat kepanitiaan dari festival ini pada tahun 2017 lalu, yaitu Misbachuddin.
Sultan Hadlirin merupakan penguasa wilayah Kalinyamat di mana Kudus menjadi satu di antara daerah kekuasaannya.
Menurut Misbachuddin, pada masa pemerintahan Sultan Hadlirin memang telah digelar tradisi membawa nasi kepal dan kerupuk ampyang.
Berdasarkan laman Wikipedia, Sultan Hadlirin diketahui berkuasa sepanjang tahun 1536-1546 sehingga wajar apabila tradisi Ampyang Maulid diklaim oleh warga setempat telah dilakukan sejak abad ke-16.
Baca Juga : Mengenal Ritual Mappacci, Prosesi Adat Bugis yang Dijalani Evi Masamba dan Arif Hajrianto Sebelum Menikah
Namun, dahulu nasi kepal beserta kerupuk ampyang hanya yang ditata di atas tempat bambu persegi diusung menuju masjid.
Hal inilah yang kemudian menginspirasi dilakukannya tradisi kirab mengarak nasi kepal dalam rangkaian Festival Ampyang Maulid.
Berdasarkan penuturan Misbachuddin, nasi kepal tersebut kemudian dibagikan oleh Sultan Hadlirin kepada masyarakat Desa Loram Kulon.
Baca Juga : Melalui Kompetisi Festival Film Kawal Harta Negara, Slamet Rahardjo Bangga Kepada Generasi Muda
"Lantas berdakwahlah Sultan Hadlirin menggunakan strategi Ampyang, yakni masyarakat membawa makanan beralas tempat berbentuk persegi yang terbuat dari bambu dan diusung ke masjid," tutur Misbachuddin seperti dilansir Tribun Jateng (3/12/2017).
Kini, Festival Ampyang Maulid di Kabupaten Kudus telah digelar secara modern dengan melibatkan beragam lapisan masyarakat mulai dari lembaga pendidikan, lembaga kesenian, hingga UMKM.
Perayaan Festival Ampyang Maulid pada tahun 2017 lalu bahkan mengundang sejumlah penari sufi sebagai pengisi acara. (*)
Baca Juga : Agenda Festival Sepanjang Bulan Oktober 2018, Catat Tanggalnya!