Grid.ID - Hari Pahlawan yang diperingati tiap tanggal 10 November kerap diidentikkan dengan sosok Bung Tomo, tetapi ada pahlawan lainnya seperti Laksamana Malahayati, TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid, Sultan Mahmud Riayat Syah, Frans Kaisiepo, dan Lafran Pane.
Menjelang Hari Pahlawan, kita harus mengenal sosok pahlawan-pahlawan itu, salah satunya Laksamana Malahayati.
Dalam peringatan Hari Pahlawan pada tahun 2017, Laksamana Malahayati mendapat gelar Pahlawan Nasional karena kontribusinya untuk Indonesia.
Baca Juga : Hari Pahlawan: Mengenal 7 Jejak Pertempuran Para Pahlawan 10 November
Yuk, simak selengkapnya tentang Laksamana Malahayati!
Pernah Menempuh Pendidikan Militer
Laksamana Malahayati yang juga dikenal dengan nama Keumalahayati, lahir di Aceh Besar pada tahun 1550.
Di masa kecilnya, Malahayati mendapat pendidikan di istana.
Diketahui, Malahayati masih berkerabat dengan Sultan Aceh.
Baca Juga : Hari Pahlawan: Mengenal Sosok Moestopo, Penolak Kedatangan Inggris yang Dijuluki Pemberontak oleh Bung Karno
Ayah dan kakeknya mengabdi di Kesultanan Aceh sebagai Panglima Angkatan Laut.
Dari situlah semangat kelautan Malahayati muncul.
Ia kemudian mengikuti jejak ayah dan kakeknya dengan menempuh pendidikan militer jurusan Angkatan Laut di Akademi Baitul Maqdis.
Membentuk Pasukan Janda Prajurit Aceh
Perjuangan Malahayati dimulai setelah terjadinya pertempuran di Teluk Haru.
Baca Juga : Hari Pahlawan : Kisah Cinta Bung Tomo dan Sulistina yang Bertemu di Kala Perang
Kala itu, armada laut Kesultanan Aceh melawan armada Portugis.
Suami Malahayati, Laksamana Zainal Abidin gugur dalam pertempuran itu.
Setelah ditinggal wafat suaminya, Malahayati mengusulkan kepada Sultan Aceh untuk membentuk pasukan yang terdiri dari janda prajurit Aceh yang gugur dalam peperangan.
Baca Juga : Hari Pahlawan: Mengenal Jembatan Merah, Saksi Bisu Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Singkat cerita, permintaan itu dikabulkan dan Malahayati diangkat sebagai pemimpin pasukan Inong Balee dengan pangkat laksamana.
Malahayati adalah perempuan Aceh pertama yang menyandang pangkat ini.
Perjuangan Laksamana Malahayati dan Inong Balee Melawan Belanda
Laksamana Malahayati dan pasukannya bertugas melindungi pelabuhan-pelabuhan dagang di Aceh.
Baca Juga : Hari Pahlawan: Menilik Kondisi Terkini 4 Titik Lokasi Pertempuran di Surabaya Pada 10 November 1945
Pada 21 Juni 1599, kapal Belanda memaksa masuk ke salah satu pelabuhan dagang itu.
Laksamana Malahayati dan pasukannya yang tak terima tentu mengadakan perlawanan.
Cornelis de Houtman dan beberapa pelaut Belanda tewas dalam peristiwa itu.
Sementara itu, adik Cornelis de Houtman sekaligus wakil komandan armada Belanda, Frederick de Houtman ditangkap oleh pihak Aceh.
Laksamana Malahayati Tak Hanya Cakap di Medan Perang
Tak hanya cakap di medan perang, Laksamana Malahayati juga melakukan perundingan damai mewakili Sultan Aceh dengan pihak Belanda.
Perundingan itu merupakan upaya Belanda agar Frederick de Houtman dilepaskan.
Hasil dari perundingan itu, Frederick de Houtman dilepaskan dengan syarat Belanda harus membayar ganti rugi kepada Kesultanan Aceh.
Baca Juga : Hari Pahlawan : 73 Tahun Berlalu, Begini Kondisi Hotel Yamato Sekarang Tempat Dirobeknya Bendera Belanda
Terlepas dari itu, Laksamana Malahayati juga menjadi orang yang menerima kedatangan John Lancaster, duta utusan Ratu Elizabeth dari Inggris.
Mendapat Gelar Pahlawan
Laksamana Malahayati meninggal dunia pada tahun 1615.
Makamnya terletak di Desa Lamreh, Kecamatan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Laksamana Malahayati kemudian mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional pada 9 November 2017 bersama dengan tiga orang lainnya, yakni TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid asal Nusa Tenggara Barat, Sultan Mahmud Riayat Syah asal Kepulauan Riau, dan Lafran Pane asal Daerah Istimewa Yogyakarta.
(*)