Mereka dibawa ke markas militer Belanda di Bakam, kemudian keduanya dibawa ke Belinyu pada 16 Februari 1851.
Keduanya diberangkatkan dari Pelabuhan Mentok ke tempat pengasingan di Desa Air Mata Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 28 Februari 1851, menggunakan Kapal Uap Unrust selama enam bulan pelayaran di laut.
Dalam pengasingan di wilayah itu, Depati Amir dan Depati Hamzah membantu warga setempat melawan penjajah.
Mereka juga memberikan pengetahuan cara pengobatan tradisional dan mengajarkan Agama Islam bagi warga sekitarnya, serta mendirikan sejumlah masjid.
Atas jasa-jasanya, nama Depati Amir diabadikan menjadi nama bandara utama di Kepulauan Bangka Belitung, Bandara Depati Amir Pangkalpinang.
Dilansir dari Kompas.com (11/1/2017), bandara baru Depati Amir Bangka Belitung resmi beroperasi pada 11 Januari 2017 lalu.
Tak hanya sang kakak, nama Depati Hamzah sendiri saat ini telah diabadikan sebagai nama RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung. (*)