Find Us On Social Media :

Dua Terduga Pelaku Kasus Bullying di KPI Pusat Laporkan Balik Korban

By Rizka Rachmania, Selasa, 7 September 2021 | 15:15 WIB

Parapuan.co - Dua terduga pelaku kasus kekerasan seksual dan bullying yang terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melaporkan balik korban dengan tuduhan cyber bully.

Sebelumnya, twit viral dari pegawai KPI Pusat berinisial MS mengagetkan warganet di media sosial karena menguak tindakan pelecehan seksual dan perundungan di KPI Pusat.

Setelah viralnya twit itu, diketahui beberapa nama terduga pelaku yang sama-sama pegawai KPI Pusat.

Namun setelah sang korban berinisial MS membongkar kasus kekerasan yang dialami, kini terduga pelaku kasus tersebut melakukan pelaporan balik.

Baca Juga: Dugaan Kasus Pelecehan Seksual dan Bullying Pegawainya, Ini Tanggapan KPI

Terduga pelaku dugaan kasus pelecehan dan bullying di KPI Pusat berinisial RT dan EO berniat melaporkan balik pegawai MS sebagai korban.

Kuasa Hukum dari kedua terduga pelaku meyakini bahwa kliennya tidak melakukan tindakan pelecehan dan bullying di tahun 2015 alias tidak pernah ada kejadian bullying.

"Soal kejadian di tahun 2015, sejauh ini yang kami temukan, peristiwa itu tidak ada," ujar Tegar Putuhena, kuasa hukum dari kedua terduga pelaku, dikutip dari YouTube Kompas TV, via Tribunnews.com, Selasa (7/9/2021).

"Peristiwa yang sudah ditunjukkan dan sudah viral itu, tidak ada," jelas Tegar lebih lanjut.

Dirinya mengatakan bahwa dugaan kasus kekerasan seksual dan bullying itu tidak didukung dengan alat bukti yang kuat.

Satu-satunya bukti yang dilampirkan MS (korban perundungan) hanyalah sebuah rilis keterangan yang viral di media sosial.

"Tidak didukung bukti apapun. Satu-satunya sumber yang dijadikan tuntutan, hanya keterangan atau rilis yang sudah terlanjur di media sosial," ucapnya.

Selain menyanggah adanya kejadian pelecehan, Tegar mengatakan bahwa kliennya kini merasa dirugikan.

RT dan EO merasa dirugikan karena identitas mereka ikut tersebar bersamaan dengan ramainya twit viral itu di media sosial.

Baca Juga: Apakah Tempat Kerja Kamu Aman dari Kekerasan Seksual? Ini Penjelasannya

Identitas kedua terduga pelaku itu tersebar dan diketahui oleh banyak pihak dari rilis MS yang viral di media sosial.

Oleh karena itu, kedua terduga pelaku kasus kekerasan seksual dan bullying di KPI Pusat melaporkan balik dengan tuduhan cyber bullying.

"Akibat rilis yang tersebar itu, identitas pribadi klien kami juga ikut tersebar dan yang terjadi kemudian adalah cyber bullying," tegas Tegar.

Terduga pelaku berniat laporkan ke Komnas HAM

Selain melapor balik dengan tuduhan kasus cyber bullying, kedua terduga pelaku, yakni RT dan EO mengaku mengalami trauma akibat di-bully warganet.

"Atas tuduhan MS itu klien kami juga mengalami trauma yang luar biasa. Karena tuduhan MS juga tak berdasarkan fakta kejadian, maka kita akan pertimbangkan untuk melaporkan balik ke polisi," tegas Tegar.

Tegar pun menyampaikan bahwa kliennya mengalami trauma psikis akibat datanya tersebar dan mengalami cyber bully.

Maka, ia bersama beberapa kuasa hukum terlapor akan mempertimbangkan untuk melaporkan cyber bully tersebut ke Komnas HAM.

 

"Karena klien kami juga sudah dinonaktifkan dari pekerjaannya dan mengalami cyber bully, kami juga pertimbangkan untuk ke Komnas HAM," kata Tegar.

Kemudian dalam pemeriksaan hari Senin (6/9/2021), terduga pelaku RT dan EO diberikan 20 pertanyaan terkait kronologi kejadian yang diduga terjadi tahun 2015 itu.

Baca Juga: Terjadi Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, Ini yang Harus Dilakukan Perusahaan

Para kuasa hukum terlapor dalam kasus MS akan saling berkoordinasi untuk langkah hukum selanjutnya.

Sebelumnya diketahui bahwa terkuaknya kasus kekerasan seksual dan bullying di KPI Pusat adalah dari pesan terbuka pegawai KPI berinisial MS.

MS mengaku menjadi korban perundungan rekan kerjanya selama bertahun-tahun.

MS pun mengaku telah melaporkan kejadian tersebut ke beberapa pihak.

Namun laporannya tidak mendapat timbal balik yang baik, hingga ia membuat sebuah rilis yang kemudian viral di media sosial. (*)