Menurut Arijit Saha, Senior Business Analyst di sebuah perusahaan teknologi mengatakan, ini menjadi konsekuensi pekerja sekarang.
"Ketika Anda bekerja di lingkungan kerja yang serba cepat, dan di mana pun Anda bekerja, atasan Anda akan mengklaim bahwa itu adalah tempat kerja yang serba cepat; selalu ada keadaan darurat yang mengharuskan Anda memberikan waktu tambahan selama jam kerja.
Budaya perusahaan pada akhirnya akan menjadi racun jika karyawan menganggap setiap tugas sebagai prioritas tinggi," ujarnya.
Hustle culture ini pada akhirnya membuat pekerja pun burnout dan memberikan efek negatif untuk kesehatan dan masih banyak lagi.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mendefinisikan burnout sebagai sindrom yang disebabkan lantaran stres kronis di tempat kerja yang tidak bisa dikendalikan.
Baca Juga: Mau Perluas Bisnis dengan Mengembangkan Strategi Konten? Ini Tipsnya!
Burnout menyebabkan pekerja akhirnya pesimis dengan hasil mereka di pekerjaan.
Mereka jadi kurang memiliki motivasi dan energi untuk bekerja dan tidak bisa memenuhi kompetisi.
Dr. M. Tasdik Hasan, peneliti global kesehatan mental mengatakan kalau ada hubungannya antara kesehatan mental dengan bekerja berlebih.
"Seperti jadwal shifting ini bisa merusak sistem biologis tubuh dan punya efek terhadap efesiensi kerja, gangguan tidur, kesehatan mental, perubahan psikologis atau perilaku, stres, depresi, diabetes tipe II, obesitas, hipertensi, dan komplikasi jantung.
Kita juga tak bisa mengecualikan risiko bunuh diri di Jepang yang menjadi kasus belakangan ini," ujarnya.