Intinya, kita perlu menemukan solusi alternatif agar kemasan produk tersebut tidak berakhir di TPA dan membebaninya.
Produsen Bertanggungjawab
Aretha pun menyarankan untuk para produsen kosmetik dan skincare agar bisa berbuat lebih banyak, salah satunya dengan menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR).
Baca Juga: Ramah Lingkungan, Brand Ini Terapkan Konsep Slow Fashion hingga Bisa Tembus ke Kancah Internasional
Untuk diketahui, melansir dari Waste4Change, EPR adalah mekanisme atau kebijakan dimana produsen diminta untuk bertanggung jawab terhadap produk yang mereka buat atau jual.
Termasuk kemasan saat produk atau material tersebut menjadi sampah.
Produsen membantu menanggung biaya untuk mengumpulkan, memindahkan, mendaur ulang, dan membuang produk atau material di penghujung siklus hidup barang tersebut.
Skema EPR ini tak hanya dapat meminimalisir dampak lingkungan saja, tapi juga menekan biaya yang berkaitan dengan siklus hidup suatu produk, jauh setelah produk tersebut keluar dari pabrik dan digunakan oleh konsumen.
Menurut Aretha, salah satu skema EPR yang bisa dilakukan para produsen produk kecantikan adalah take back system.
“Konsumen yang mengembalikan kemasan produk ke toko akan mendapatkan diskon untuk pembelian selanjutnya. Ini saya lihat sudah diterapkan oleh beberapa brand di Indonesia,” ujarnya berdasarkan pengamatannya.
Selain itu, para produsen juga bisa membuat produk isi ulang atau memproduksi kemasan ramah lingkungan untuk meminimalisir limbah plastik.
Walau berdasarkan pengamatan Aretha skema ini belum banyak diterapkan para pelaku usaha di industri kecantikan, ia pun berharap ke depan akan makin banyak yang menerapkannya.
“Para produsen juga harus come up dengan inovasi dan program yang dapat mengurangi limbah. Kita harus bekerja sama baik itu konsumen maupun produsen,” tutupnya.(*)
Baca Juga: Atasi Limbah Kecantikan, Ini Tips untuk Lakukan Gerakan Sustainable Beauty