Find Us On Social Media :

Konsisten Lestarikan Tari Legong, Inilah Sosok Ni Ketut Putri Minangsari

By Aulia Firafiroh, Sabtu, 30 April 2022 | 10:03 WIB

Parapuan.co- Kemarin, tepatnya pada Jumat (29/4/2022), diperingati sebagai Hari Tari Sedunia atau yang dikenal dengan World Dance Day.

Seperti yang diketahui, semakin majunya teknologi jumlah penari tradisional semakin menipis.

Hal tersebut dapat kita lihat dari sedikitnya orang-orang yang bercita-cita sebagai seorang penari khususnya penari tradisional.

Berbeda dengan yang dilakukan penari bernama Ni Ketut Putri Minangsari, atau yang bisa dipanggil oleh muridnya dengan sebutan "Mbok".

Ia konsisten belajar dan mengajar tarian tradisional daerah Bali khususnya Tari Legong.

Dilansir dari Parapuan.co, perempuan yang akrab disapa Putri ini, menceritakan awal mula dirinya memutuskan untuk menjadi seorang penari.

"Dulu saat masih kecil, saya dan kakak-kakak perempuan saya, diwajibkan untuk belajar menari Bali. Jadi, menari itu sudah jadi bagian dari kami. Memang kami orang Bali, tapi belum pernah tinggal di Bali karena ayah saya bekerja pindah-pindah. Tapi ayah saya selalu ngotot agar anak-anaknya tetap dekat dengan akar. Makanya masing-masing dari kami, sejak umur lima tahun, selalu belajar menari. Sejak dulu selalu dipanggilkan guru atau dimasukkan ke sekolah sanggar tari. Saat dulu ada acara di SD, SMP, SMA, saya selalu tampil menari. Kalau ada acara-acara di kampus dulu, saya juga ikut menari, walaupun saya bukan mahasiswa di situ atau murid di situ," cerita Putri dikutip dari Parapuan.co pada Jumat (30/4/2022).

Profesi yang dijalaninya saat ini, diketahui tidak sesuai dengan pendidikan sarjana yang diambilnya dahulu.

"Dulu itu, saya kuliah di Universitas Parahyangan jurusan Hubungan Internasional. Tapi setelah saya menikah dan punya anak, ilmu yang saya pelajari saat kuliah tidak terpakai. Karena saya tidak mengambil jalur diplomasi. Akhirnya saya mengajar bahasa Inggris, lalu bekerja di bidang jurnalisme, dan menulis beberapa publikasi. Meski disibukkan dengan pekerjaan tersebut, saya tetap menari dan tidak pernah berhenti. Bahkan sampai sekarang bisa dibilang, saya full menari. Mengajar dan berpentas. Tapi saya juga bekerja sebagai copywriter. Hal itulah yang kemudian membuat saya terlibat dalam kegiatan Ubud Writers Festival," jelas Putri.

Baca juga: Perjalanan Karier Debora Widawati Menjadi Regional Product Manager di Perusahaan Fintech

Selain berprofesi menari, Putri juga mendirikan sebuah komunitas penulis puisi.

Melalui komunitas tersebut, ia kerap membuat puisi berjenis "Spoken Words".

"Tahun 2015, saya dan beberapa teman yang antusias dalam hal puisi, kemudian membuat sebuah komunitas puisi "Spoken Words". Jadi Spoken Words adalah jenis puisi yang dibuat atau ditulis untuk perform atau dibaca secara live. Bukan seperti novel atau karya tulis artikel," ujar perempuan paruh baya tersebut.

"Konsep Spoken Words lebih ritmis, berima, dan ditulis untuk didengar daripada seperti buku antalogi puisi," lanjutnya.

Kini komunitas puisi yang didirikan oleh Putri, sudah berdiri selama tujuh tahun meski sempat vakum selama dua tahun akibat pandemi Covid-19.

Meski menjalani berbagai profesi, saat ditanya oleh orang, Putri selalu menjawab jika dirinya berprofesi sebagai penari.

"Saat ditanya orang, kamu itu apa, saya selalu bilangnya penari dulu. Saya penari yang hobi menulis mungkin haha. Jadi persona saya lebih ke seniman tari," cerita Putri.

"Saya tidak hanya menari, tapi saya juga melestarikan budaya menari dan membuat koreografi," tambahnya.

Saat ditanya mengenai pencapaian, Putri mengaku tidak membutuhkan pencapaian formalitas seperti piala atau piagam sebagai seorang penari.

Sebagai seorang guru tari, pencapaian yang paling membanggakan ialah melihat murid-murid yang awalnya tidak bisa menari, tapi akhirnya bisa menari dan tampil dengan baik di panggung.

Baca juga: Catat! Ini 3 Kondisi yang Aman jika Ingin Membicarakan Gaji di Kantor

"Melihat murid yang sudah berlatih berbulan-bulan lalu berpentas dan tampil dengan baik, menurut saya itu adalah pencapaian yang luar biasa," ujar Putri.

"Kedua, saya bisa membuat garapan pertunjukkan yang menghibur dan menginspirasi orang-orang," lanjutnya.

Tak hanya berprofesi sebagai seorang penari dan penulis, Putri ternyata juga aktif menyuarakan isu perempuan dan feminisme melalui akun media sosial.

Sesekali terlihat, Putri pernah ikut berdemo menyuarakan suaranya di depan gedung DPR RI untuk mendukung pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang kini telah disahkan.

"Sejujurnya saya adalah penyintas KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Jadi tahun 2004, saya menjadi single mom. Saya merasa harus menolong diri sendiri dari kekelaman masa lalu, dan hal itu membuat saya untuk membantu siapa saja yang bernasib seperti saya," cerita ibu dua anak ini.

"Sejak saat itu, saya mulai berteman dengan teman-teman aktivis perempuan dan sering dilibatkan dalam aksi demo untuk menyuarakan aspirasi."

"Menurut saya, pada dasarnya setiap orang itu feminis jika kita percaya perempuan posisinya sama dengan laki-laki yang haknya juga harus dihormati," ujarnya. (*)