Hal itu membuat dirinya menjadi perempuan Indonesia pertama yang mendapatkan gelar Doktor (Ph.D) di bidang kedokteran dari Jepang.
Diketahui Pratiwi adalah satu-satunya calon astronot perempuan Indonesia yang terpilih dengan ditemani salah satu kandidat astronot Indonesia lain, yaitu Taufik Akbar, seorang insinyur telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Taufik menjadi awak cadangan untuk misi peluncuran STS-61-H di Amerika Serikat.
Saat Indonesia bekerja sama dengan NASA (National Aeronautics and Space Administration) pada 1985, Pratiwi terpilih menjadi ilmuwan perwakilan Indonesia lewat penyeleksian yang sangat ketat.
Pada 24 Juni 1986, NASA dalam misi Wahana Antariksa atau Space Shuttle berencana menuju ke luar angkasa menggunakan pesawat ulang-alik Columbia.
Tujuan misi tersebut ialah membawa tiga satelit komersial, yakni Skynet 4A, Palapa B3, dan Westar 6S.
Namun misi tersebut terpaksa dibatalkan karena adanya meledaknya pesawat ulang-alik Challenger di udara beberapa bulan sebelum keberangkatan.
Baca juga: Sosok Shinta Kamdani, Perempuan Asia Pertama yang Ditunjuk Jadi Ketua Forum B20
Meski batal ke luar angkasa, Pratiwi berkesempatan menjalani penelitian di komplek NASA, Amerika Serikat.
Ia bahkan pernah menjalani pelatihan astronot dan mempelajari struktur luar kendaraan luar angkasa.
Tak hanya itu saja, Pratiwi juga menerima berbagai penghargaan pada tahun 2019, di antaranya, penghargaan GE Indonesia Recognition for Inspiring in STEM Award.
Kini Pratiwi bekerja sebagai guru besar atau profesor kehormatan ilmu mikrobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (*)