Find Us On Social Media :

Bisakah Korban KDRT Seperti Lesti Kejora Mengalami Masalah Kesehatan Mental PTSD?

By Maharani Kusuma Daruwati, Senin, 17 Oktober 2022 | 18:00 WIB

Rizky Billar dan Lesti Kejora

Parapuan.co - Mengatasi KDRT tidak mudah dan dapat menyebabkan efek kesehatan mental yang bertahan lama, termasuk gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Seperti yang kini tengah ramai dibicarakan, terkait kasus KDRT yang menimpa Lesti Kejora.

Seperti yang sudah banyak diberitakan, Lesti Kejora mengalami KDRT dari sang suami, Rizky Billar.

Kabar ini pun cukup menghebohkan publik, terlebih karena Lesti sampai jatuh sakit karena mendapat kekerasan dari Billar.

Namun, tak hanya masalah fisik, korban KDRT juga dapat mengalami masalah kesehatan mental.

Rumah adalah tempat amanmu di dunia yang terkadang kacau dan membuat stres.

Tetapi ketika ada kekerasan di tempat kamu tinggal, itu bisa menjadi sumber stres yang berkelanjutan dan merusak stabilitas psikologismu.

Baik pada orang dewasa yang mengalami KDRT dari pasangan, maupun anak yang hidup dengan KDRT dari orang dewasa, ini dapat memicu kamu mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Bisakah Kamu Mengalami PTSD karena KDRT?

Baca Juga: Dampak Buruk Anak yang Melihat Situasi KDRT, Agresif hingga Berdampak pada Kesehatan Fisik

PTSD sebelumnya hanya dikaitkan dengan veteran perang, tetapi siapa pun dapat mengembangkan kondisi ini.

Setiap peristiwa traumatis yang mengancam keselamatan, seperti kecelakaan mobil atau bencana alam dapat menyebabkan PTSD.

Namun, tidak semua orang yang mengalami peristiwa traumatis akan mengalami PTSD.

Mengutip dari Psych Central, diperkirakan 70% orang dewasa di Amerika Serikat akan mengalami peristiwa traumatis setidaknya sekali dalam hidup mereka, tetapi hanya sekitar 20% yang akan mengalami PTSD.

Kekerasan dalam rumah tangga dapat mengaktifkan respons melawan, lari, atau membekukan, yang dapat menyebabkan PTSD.

Peristiwa traumatis seperti kecelakaan memiliki titik akhir setelah itu kamu dapat melakukan pemulihan. Jenis trauma lain seperti KDRT bersifat jangka panjang (kronis), artinya terus atau berulang tanpa batas.

Jenis trauma berkelanjutan ini dapat menyebabkan PTSD kompleks (C-PTSD).

Apa Saja Gejalanya C-PTSD?

Baca Juga: Hari Kesehatan Mental Sedunia, Kenali Gejala dan Penyebab Anxiety Disorder

Trauma jangka panjang dapat memiliki efek jangka panjang pada cara kerja otak. Bahkan bisa mengubah bentuk otakmu.

Menurut sebuah studi 2018, orang yang hidup dengan PTSD mungkin memiliki hippocampi yang lebih kecil.

Hippocampus memainkan peran penting dalam pembelajaran dan memori.

Trauma juga dapat mengubah cara kamu berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain.

Sistem saraf simpatikmu tetap aktif, dan kamu hidup dalam keadaan kewaspadaan yang berlebihan terhadap kemungkinan bahaya.

Departemen Urusan Veteran A.S. mencantumkan yang berikut ini sebagai gejala C-PTSD:

Kamu mungkin juga mengalami gejala seperti:

Trauma berbasis hubungan seperti kekerasan dalam rumah tangga dapat mengubah caramu berinteraksi dengan orang lain.

Misalnya, kamu mungkin merasa lebih sulit untuk mempercayai orang lain.

Baca Juga: Masalah Kesehatan Mental dan Kesepian Jadi Pemicu Utama Gangguan Kesehatan Mental

Beberapa orang yang pernah mengalami KDRT merasa mereka tidak pantas mendapatkan hubungan yang bebas trauma.

Mereka mungkin berulang kali menemukan diri mereka dalam hubungan disfungsional karena mereka akrab.

Sebuah studi tahun 2016 menemukan bahwa anak-anak dengan riwayat pelecehan fisik dan seksual lebih mungkin mengalami viktimisasi oleh teman sebayanya begitu mereka mencapai masa remaja.

Apa Pemicunya?

Mengutip dari PARAPUAN, pemicunya adalah pengingat trauma atau petunjuk yang mengaktifkan respons sistem saraf simpatik. Mereka biasanya terhubung ke traumamu dalam beberapa cara seperti lokasi di mana KDRT terjadi.

Saat kamu menyaksikan pemicu, kamu mungkin mengalami reaksi fisik seperti respons terkejut atau peningkatan detak jantung.

Pemicu trauma dapat menyebabkan reaksi yang meningkat tetapi pengalaman sensorik yang sama mungkin tidak memengaruhi seseorang tanpa PTSD.

Pemicu kekerasan dalam rumah tangga dapat mencakup apa pun yang mengingatkan otak tentang orang yang terlibat dalam traumamu:

1. Suara: memecahkan kaca, membanting pintu, atau berteriak.

2. Bau: asap rokok, kopi, atau parfum.

3. Pemandangan: gaya pakaian, gaya rambut, atau jenis kendaraan yang mereka kendarai.

Pemicunya juga bisa kurang langsung. Misalnya, kamu mungkin melihat seseorang berjalan-jalan dengan seekor anjing. Ini mungkin mengingatkanmu pada percakapan tentang anjing yang kamu miliki dengan orang yang terlibat dalam KDRT yang kamu alami.

Baca Juga: Sedang di Masa Transisi, Kenali Berbagai Masalah Kesehatan Mental pada Remaja

(*)