Parapuan.co- Dalam rangka merayakan hari Kebangkitan Teknologi Nasional, kali ini akan membahas tentang sosok perempuan di balik kemajuan teknologi.
Sosok perempuan tersebut ialah Ada Lovelace yang merupakan programmer komputer perempuan pertama di dunia.
Namanya tertutupi oleh ahli teknologi pria seperti Mark Zuckerberg, Steve Jobs, dan Elon Musk.
Melansir Kompas.com yang tayang di Parapuan.co, Ada menempuh pendidikan secara privat pada masa itu. Pasalnya, dahulu tidak banyak perempuan yang dapat mengenyam pendidikan.
Perempuan yang bernama lengkap Augusta Ada King, Countess of Lovelace ini lahir pada 10 Desember 1815.
Ia merupakan putri George Gordun Buron dan Annabella Milbanke ini lahir dengan mana asli Ada Byron.
Ayah Ada Lovelace merupakan seorang penyair, sedangkan ibunya merupakan seorang matematikawan.
Namun Lovelace dibesarkan oleh ibunya yang keras dan ia lebih dekat dengan sang nenek. Pasalnya, ayah Lovelace meninggal saat dirinya berusia 8 tahun.
Tak ingin putrinya belajar sastra seperti sang ayah, ibu Ada Lovelace kerap mengajari dirinya untuk terus belajar matematika dan sains. Selain itu, ia juga dituntut untuk belajar musik dan bahasa Prancis agar bisa masuk ke kalangan pergaulan Britania Raya.
Baca juga: Valentina Tereshkova, Perempuan Pertama yang Pergi ke Luar Angkasa
Ada Lovelace termasuk beruntung karena tinggal di kalangan keluarga yang sadar pendidikan.
Saat menginjak masa remaja, Lovelace mulai memberontak pada ibunya dan tertarik dengan sastra.
Ia juga mulai tertarik pada dunia teknik mesin dan menulis buku berjudul "Flyology", yang berisi rencana membuat peralatan terbang.
Ada Lovelace meneliti cara kerja mesin tenun Jacquard yang ditemukan pada tahun 1801. Alat tenun tersebut diketahui memproduksi tekstil dengan pola anyaman yang dikendalikan kartu berlubang.
Kartu berlubang tersebut mampu mengendalikan satu baris tekstil yang ditenun. Jika kartu dilubangi, benang tenun akan terangkat, tapi jika tidak dilubangi benang akan dilepaskan sendiri.
Pada usia 17 tahun, Ada Lovelace menghadiri sebuah acara yang diadakan oleh polimetik (ilmuwan lintas bidang), Charles Babbage yang saat ini dikenal sebagai Bapak Komputer.
Di acara tersebut, Charles Babbage mendemonstrasikan mesin penghitung bernama Difference Engine yang sedang dikembangkannya.
Melihat demonstrasi itu, ia melihat mesin hitung yang ditunjukan Charless Babbage sangat menawan. Kemudian Lovelace meminta Charless Babbage untuk menjadi mentornya sampai akhirnya ia menciptakan pemrograman komputer.
Hal itu membuat Lovelace mempublikasikan sebuah artikel terjemahan berbahasa Perancis berjudul “Notions sur la machine analytique de Charles Babbage” (Gagasan tentang Mesin Analitik yang Ditulis Charles Babbage) pada 1840-an. Dalam publikasinya, Lovelace membuat catatan ekstensifnya mengenai gagasannya sendiri.
Baca juga: Vigdis Finnbogadottir, Presiden Perempuan Pertama yang Terpilih Lewat Pemilu
Pada usia 19 tahun, ia menikah dengan William King dikaruniai tiga anak. Setelah itu melanjutkan lagi pekerjaannya di bidang matematika. Hingga akhirnya Ada Lovelace mendapat kesempatan kerja dari Profesor Augustus De Morgan di Universitas College London.
Meski telah menikah dan memiliki anak, ia terus belajar matematika tingkat lanjut bersama temannya, Mary Somerville.
Ada Lovelace kemudian wafat di London, Inggris pada 27 November 1852.
Gagasannya kembali diperkenalkan ke publik oleh BV Bowden lewat sebuah buku berjudul Faster Than Thought: A Symposium in Digital Computing Machines.
Sebagai bentuk penghormatan kepada sains, teknologi, teknik, dan matematika, nama Ada Lovelace juga digunakan untuk menamai bahasa pemrograman awal yang diberikan oleh Departemen Pertahanan Amerika.
Setiap hari Selasa di minggu kedua bulan Oktober, ditetapkan sebagai Ada Lovelace Day.
Ada Lovelace adalah salah satu perempuan penting dalam sejarah teknologi dunia.
Kemampuannya mengawinkan angka dan bahasa, membuat terobosan baru dalam komputasi.
Wah, sungguh menginspirasi ya sosok Ada Lovelace ini! (*)
Source | : | kompas,Parapuan.co |
Penulis | : | Aulia Firafiroh |
Editor | : | Aulia Firafiroh |
KOMENTAR