Grid.ID - Datang di Dieng, Wonosobo pada tahun 1980-an, pertapa bernama Mbah Fanani itu tak pernah berbicara.
Namun, laku dan keteguhannya membuat orang-orang di sekitarnya menghormatinya.
Tak ada yang berani mengusiknya, karena dia dianggap memiliki kemampuan lebih.
Bahkan ketika dia merangkak pindah tempat pertapaan ke Jalan Raya Dieng, tepatnya di Desa Dieng Kulon, Batur Banjarnegara, pada 1995, orang-orang sekitar berusaha membangun gubug.
Sebab, masyarakat sekitar kasihan dia kepanasan dan kedinginan.
Namun, itu tak terlalu dirisaukan oleh Mbah Fanani. Dia tetap khusuk dengan lakunya, meski selalu bertelanjang dada dan hanya mengenakan selimut sarung.
Panas dan dingin yang menggigit di daerah Dieng, seolah tak berpengaruh apa pun pada dirinya.
Pertapa beramut gimbal itu misteri besar bagi warga Wonosobo.
Tak ada yang tahu asal-usulnya, apalagi informasi lainhnya. Sebab, dia memang tak pernah mau bicara.
Dia hanya berkomunikasi lewat resonasi spiritualnya, hingga orang-orang sekitar menghormatinya, bahkan merasa memilikinya.
Dia juga banyak dikunjungi orang dari berbagai daerah. Tak kurang kyai dan pejabat sering berkunjung ke kepadanya, entah untuk kepentingan apa.
Warga sekitar pun sudah terbiasa karenanya.
Penulis | : | Hery Prasetyo |
Editor | : | Hery Prasetyo |