Para karyawan pun cuma diberikan waktu libur sekali seminggu pada hari Minggu.
Salah satu hal yang membuat Zeng sangat terkejut adalah perlakuan para manajer atau atasan ke buruh.
Menurutnya, seringkali buruh diperlakukan tak manusiawi.
"Berteriak ke buruh adalah rutinitas di pabrik," ujarnya.
Pegatron paham bahwa bekerja sebagai buruh mereka membutuhkan mental yang kuat.
Jika tak tahan, bisa saja buruh bunuh diri.
Untuk mencegahnya, Pegatron merancang bangunannya agar buruh tak bisa melompat ke bawah.
"Ada semacam penghalang di jendela dan ruang terbuka ditutupi kawat sehingga buruh tak bisa melompat untuk bunuh diri," kata dia.
Menurut Zeng, ada sekitar 70.000 buruh usia 18 hingga 30 tahun yang bekerja di Pegatron ketika ia di sana.
Mereka tinggal di asrama buruh yang terpencar di beberapa titik, ada yang di dalam area pabrik dan ada juga yang di luar.
Dalam satu kamar, ada delapan buruh yang tidur bersama.
Mereka diberikan kasur bertingkat untuk dua orang, ada yang di atas dan ada yang di bawah.
"Dalam satu lantai, kami cuma punya satu kamar mandi (bathroom)dan kamar buang air (restroom) yang dipakai bersama oleh 200 orang, sebab satu lantai berisi sekitar 20 kamar," Zeng menjelaskan. (*)
Masyaallah! Presiden Prabowo Beri Hadiah Rp 100 Juta untuk Mbah Guru yang Viral Ngajar Matematika Lewat Tiktok, Netizen Ikut Girang