Grid.ID - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sudah familiar di telinga masyarakat.
Berbagai pemberitaan di media pun sudah sering menggunakan istilah KDRT saat mengangkat kisah kekerasan domestik ini.
Padahal tindakan kekerasan dalam hubungan sebuah pasangan juga bisa terjadi sebelum pernikahan seperti dalam masa berpacaran.
Kekerasan dalam fase ini disebut, kekerasan dalam pacaran (KDP).
Tak seperti KDRT, baik istilah maupun konsep KDP memang belum banyak dipahami dengan baik oleh masyarakat.
Seperti apa sih KDP itu?
Salah satu contohnya adalah saat salah satu pasangan merasa cemburu.
Rasa cemburu sering kali dianggap sebagai bukti cinta seseorang pada pasangan.
Sebab katanya, kalau tidak cinta tak akan sang pacar merasa cemburu.
Sebenarnya, anggapan ini tidak sepenuhnya akurat.
Karena cemburu biasanya berawal dari rasa memiliki, bukan cinta.
Bahwa cinta dan rasa memiliki ini sering kali tumpang tindih, bisa jadi memang demikian.
Tapi apapun itu, faktanya banyak yang menjadikan cemburu sebagai pembenar tindakan kekerasan pada pasangan.
Mulai dari kekerasan fisik seperti menampar atau memukul, hingga kekerasan verbal berupa ancaman atau berkata kasar.
Pada tahap seperti inilah terjadi kekerasan dalam pacaran (KDP).
Kasus seperti ini menjadi lebih parah karena KDP dianggap sebagai kasus yang lebih ringan dari KDRT.
Padahal secara substansi, tak ada perbedaan mendasar antara KDRT dan KDP.
Wujud KDP lainnya juga banyak.
Ada yang bermotif seksual, seperti memaksa untuk memeluk, mencium, meraba, hingga mengajak berhubungan seksual dengan ancaman.
Ada juga yang bermotif ekonomi, seperti meminta pasangan untuk membelikan berbagai macam barang dan mencukupi kebutuhan hidup.
Bila keinginan ini tak diwujudkan, sang kekasih pun mengancam untuk bertindak yang merugikan pasangannya.
Seiring dengan perkembangan zaman, ancaman pun semakin beragam.
Belakangan kerap pula muncul berita pasangan mengancam menyebarkan foto atau video seronok yang diterimanya secara pribadi ke publik melalui internet.
Kasus ini juga menjadi lebih rumit lagi karena banyak yang tidak menyadari sedang menjadi korban KDP.
Atau bahkan merasa pantas diperlakukan seperti itu. Sehingga kasus-kasus KDP jarang dilaporkan pada pihak berwenang.
Korban KDP memang tidak eksklusif dari kalangan perempuan.
Tapi perempuan memang paling rentan menjadi korban KDP.
Tak heran, banyak organisasi massa yang memperjuangkan hak-hak perempuan menjadi penggerak aksi-aksi menentang KDP.
Temanrakyat bersama mereka yang berjuang menentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Perjuangan yang ditempuh Temanrakyat termasuk mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) oleh DPR.
Seperti diketahui, RUU PKS sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional prioritas sejak 2015.
Namun hingga masa bakti DPR RI periode 2014-2019 akan segera berakhir, RUU PKS belum juga disahkan.
Punya kepedulian yang sama tentang hak-hak perempuan? Bergabung sekarang juga bersama Temanrakyat.
Nyesek, Abidzar Ternyata Sempat Jedotin Kepalanya ke Tembok Usai Tahu Uje Meninggal, Umi Pipik: Dia Nyalahin Dirinya
Penulis | : | None |
Editor | : | Dianita Anggraeni |