Grid.ID – Sadar atau tidak, masing-masing dari kita memiliki sejumlah hewan yang hidup di permukaan wajah kita.
Meski tak terlihat, namun mereka ada. Mereka adalah tungau mikroskopis, berkaki delapan yang mirip dengan laba-laba. Mengerikan?
Hampir semua manusia memilikinya. Mereka menghabiskan hidup mereka di atas wajah kita. Mereka makan, berkembang biak dan akhirnya mati. Sebelum kita lari ke kamar mandi dan membersihkan wajah, kita harus tahu bahwa ternyata makhluk mikroskopis ini tidak membahayakan nyawa.
Baca Juga : 3 Cara Mudah Atasi Ruam Pada Miss V Akibat Pembalut Saat Menstruasi
Ada dua jenis tungau yang hidup di wajah kita, Demodex folliculorum dan D. Brevis. mereka adalah hewan arthropoda, kelompok hewan yang masuk dalam kategori hewan bersendi, berkaki seperti kepiting dan serangga. Kerabat terdekat mereka adalah laba-laba dan kutu.
Tungau Demodex memiliki delapan kaki pendek dan gemuk di dekat kepala mereka. Tubuh mereka memanjang, mirip seperti cacing. Dibawah mikroskop, mereka terlihat sedang berenang-renang di minyak yang berada di wajah kita, dan bergerak sangat cepat.
Baca Juga : 14 Tahun Tinggal di Tengah Jalan Raya, Keluarga ini Akhirnya Nurut dan Pindah Rumah
Tungau Demodex tinggal di pori-pori kulit dan folikel rambut, sedangkan D.brevis lebih suka menetap di tempat yang lebih dalam yakni di kelenjar sebaceous. Kelenjar mikroskopik yang berada tepat di bawah kulit yang mengeluarkan minyak. Selain di wajah, tungau ini juga ditemukan di daerah di tubuh kita yang lain, termasuk area genital dan dada.
Para ilmuwan sebenarnya sudah mengetahui sejak lama bahwa manusia membawa tungau. Tungau D. folliculorum pertama ditemukan terdapat pada kotoran telinga manusia di Perancis pada tahun 1842.
Pada tahun 2014 lalu, Megan Thoemmes dari North Calorina State University bersama koleganya menemukan bahwa sekitar 14% manusia memiliki tungau. Mereka juga menemukan DNA dari Demodex di setiap wajah yang mereka uji. Populasi dari tungau ini mencapai ribuan. Selain itu, setidaknya ada dua ekor tungau di setiap sehelai bulu mata kita.
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |