Grid.ID - Apa yang akan kamu lakukan jika orang terdekat kamu jadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)?
Dalam kondisi seperti ini, nggak cukup bagi kamu untuk menunjukkan sikap peduli atau keinginan kuat untuk membantunya keluar dari penderitaan KDRT.
Tapi kamu juga nggak bisa sembarangan bertindak, karena jika salah bersikap, kamu justru berpotensi menyakiti si korban.
(BACA JUGA: Istri Pertama VS Istri Kedua Ala Trio Macan, Kira-kira Sindir Siapa Yah?)
Korban KDRT pun mengalami kekerasan berlapis, dari pelaku kekerasan dan dari kamu, orang yang berniat membantunya.
Saat dorongan untuk membantu begitu kuat, temukan cara tepat.
Kamu bisa melakukan sesuatu, tapi jangan sampai memperburuk situasi, bahkan membahayakan keselamatan orang terkasih.
Jangan pula menciptakan kondisi dengan menghujani pertanyaan kepada si korban, yang membuatnya merasa terasing.
Berikan dukungan terhadap korban namun hindari konflik yang sifatnya emosional.
Berikut sejumlah caranya:
1. Edukasi diri
Cari organisasi, lembaga, atau komunitas yang bisa membantu kamu mendapatkan pengetahuan tepat mengenai kekerasan terhadap perempuan atau KDRT.
Melalui jaringan ini kamu bisa mencari tahu cara yang lebih tepat dalam penanganan kekerasan.
Tanpa memiliki pengetahuan yang baik, kamu cenderung bersikap tanpa arah, yang bisa jadi justru merugikan korban.
2. Pendekatan tepat
Lakukan pendekatan dengan orang yang kamu sayangi, dan menjadi korban dalam perspektif kamu.
Karena bisa jadi korban kekerasan, psikis utamanya, nggak selalu merasa sebagai korban.
Jangan mudah menyerah jika memang kamu berniat membantunya.
Sebagian perempuan merasa kontrol berlebihan dari suaminya adalah bentuk ungkapan cinta.
Kalaupun ia sadar perilaku suaminya salah, ia kerap merasa tak bisa hidup tanpanya.
Selembut apa pun pendekatan yang kamu lakukan, cari pendekatan yang tepat jika ingin membantunya.
(BACA JUGA: Serem, Wajah Cut Zara Babak Belur Begini karena Jadi Korban KDRT)
3. Jangan mengkritik
Dalam pandangan kamu, sikap suaminya jelas keliru dan merupakan bentuk kekerasan.
Tapi belum tentu pandangan korban juga demikian.
Ungkapkan pandangan kamu tanpa terkesan menghakimi atau mengkritik.
Alih-alih mengeluhkan perilaku pasangannya, kamu bisa menawarkan bantuan, misalnya dengan menanyakan apa yang bisa kamu lakukan untuknya?
Kalau si korban merasa tertarik dengan pertanyaan kamu, biarkan ia yang mulai mengungkapkan kerisauannya.
Peran kamu adalah mendengarkannya.
Sikap ini akan membuatnya merasa nyaman.
Sekali lagi, tugas Anda adalah mendengarkan bukan menilai, apalagi menghakimi.
Dampingi ia sampai ia merasa siap untuk bertindak melakukan sesuatu untuk memperbaiki kehidupannya.
Ajak ia bicara ketika ia siap melakukannya.
Meski terkesan pasif, ada kalanya kamu bisa bersikap tegas terutama ketika situasi di rumah tangganya mulai membahayakan jiwanya.
Dukungan yang tepat dari orang terdekat akan memberanikan dirinya dalam bertindak.
(BACA JUGA: Beredar Foto Mulan Jameela Sedang Hamil )
4. Berhati-hati
Ingatkan teman atau saudara kamu bahwa pasangannya yang melakukan kekerasan psikis juga akan mengontrol berbagai tindakannya.
Pelaku nggak hanya memonitor korban, tapi juga komputer atau telepon yang digunakannya, untuk mengetahui apa yang telah dilakukannya.
Jadi ingatkan orang terdekat kamu untuk mengunjungi tempat umum atau rumah teman yang bisa dipercaya jika ingin mencari informasi atau membutuhkan perlindungan dari pihak berwajib.
Mungkin sulit bagi kamu untuk meyakinkannya hidup tanpa pasangan pelaku kekerasan.
Tapi kamu bisa membuatnya membayangkan bagaimana bisa hidup lebih bahagia tanpa pasangan pelaku kekerasan.
Dukungan dan perhatian Anda bisa memberikan pengaruh besar bagi korban kekerasan.
(BACA JUGA: Anak Ini Tewas Tahun 1994, Tapi Jantungnya Baru Berhenti Berdetak Tahun 2017)
5. Bantu cari rumah singgah sebatas perencanaan
Kalau orang terdekat korban kekerasan memutuskan meninggalkan pasangannya, bantu ia menemukan rumah singgah yang tepat dengan perencanaan yang baik.
Apalagi jika ada anak, pastikan ketika korban meninggalkan pasangannya, ia telah memiliki tempat tinggal yang aman.
Kalau perlu cari rumah singgah yang menampung korban kekerasan, yang keberadaannya tidak diketahui oleh siapa pun.
Ini penting untuk menjaga keselamatan kamu, terutama korban, dari kemungkinan tindakan kekerasan lanjutan dari si pelaku.
Ketika korban KDRT meninggalkan pasangannya dan memutuskan mengakhiri hubungan, risiko kematian tetap ada.
Risiko ini tak hanya mengintai korban, tapi juga anak mereka.
Jadi, kalau kamu memang peduli, minimalisasi risiko ini dengan mendampingi korban merencanakan atau mencari tempat tinggal atau rumah singgah.
(Penulis: Dini/Kompas.com)