Grid.ID - Sama seperti di Indonesia, di Jepang khususnya di Tokyo juga memiliki etika saat berkendara umum, khususnya di kereta api bawah tanah yang menjadi moda transportasi utama.
Namun, tetap ada perbedaan etika ketika menumpang kereta api bawah tanah di Tokyo dengan KRL di Jakarta.
"Tata krama naik kereta api di Jepang cukup ketat."
"Pertama yang paling penting adalah naik dan turun penumpang."
(BACA JUGA Wow, Hampir Semua Wanita Suka Pria Berjenggot, Ciumannya Unik Loh! )
"Penumpang turun selalu harus lebih dahulu," kata Manager, Demand Generation & Marketing Department of tokyo Metro, Atsushi Kamimura di Jakarta.
Kamimura kemudian menjelaskan peraturan kedua yang berhubungan dengan penggunaan handphone.
"Tidak diperbolehkan mengobrol lewat handpone, kalau email dan chatting masih boleh."
"Kalau bicara dengan teman saat di kereta juga boleh, tapi tak boleh keras-keras suaranya," kata Kamimura.
(BACA JUGA Agar Makin Betah, Ini 5 Tips Dekorasi Agar Ruang keluarga Lebih Nyaman )
Tambahan lainnya yang unik dari etika naik kereta api di Tokyo adalah penggunaan kamera yang cukup ketat.
Kamimura mengatakan tak boleh memotret mendekati kereta api, tak boleh memotret menggunakan lampu cahaya kamera khususnya saat kereta melewati jalur terowongan.
Karena dapat membahayakan pengemudi kereta, dan tak boleh menggunakan tripod untuk memotret.
Selain peraturan yang disebut oleh Kamimura, tambahan lain dari situs resmi TokyoMetro menyebutkan jika penumpang harus menghargai perempuan hamil saat menumpang kereta.
(BACA JUGA Mie Liwet? Cuma Ada di Ropang KM.378 Kamu Bisa Nikmati Makan Mie Ala Liwet )
"Sangat penting untuk memberi perhatian istimewa kepada kesehatan dan keselamatan dari calon ibu dan anaknya, meski dalam tingkat kehamilan yang pertumbuhan janinnya masih belum dapat dilihat".
Tokyo Metro juga memberlakukan gerbong khusus perempuan, anak sekolah dasar, serta penumpang disabilitas pada jam padat penumpang yakni pukul 05.00 - 09.30. (Tribunnews/Malvyandie Haryadi)
Kemensos Ajak Agus Salim Tabayyun, Apresiasi Kehadiran Pratiwi Noviyanthi dan Denny Sumargo di Kementerian