Grid.ID - Atlet lari jarak jauh dari Kenya, Ibrahim Mukunga Wachira (27), menjadi pembicaraan dunia.
Pada lomba lari jarak jauh tahunan di Estonia, Tartu Half-Marathon, Minggu (28/5/2017), dia berlari hanya mengandalkan kaus kaki.
Dia tak memakai sepatu. Namun, dia justru tampil sebagai juara.
Dia bukannya tidak punya sepatu atau sengaja tidak memakai sepatu untuk gaya-gayaan.
Prestasi ini pun mendapat banyak pujian.
Seminggu sebelumnya, Maria Lorena Ramirez membuat kehebohan serupa.
(BACA JUGA: Mengandalkan Sandal dan Underock Mengalahkan Pelari Marathon Internasional, Ini Rahasianya)
Wanita asal Meksiko itu memenangkan marathon 50 kilometer dengan hanya memakai sendal dan pakaian tradisional.
Bedanya, kalau Ramirez memang sudah biasa berlari dengan pakaian seadanya.
Ibrahim ternyata tidak. Meski seorang atlet, dia sebenanya tak pernah berpikir berlari hanya menggunakan kaus kaki.
Ketika para pelari berkumpul untuk persiapan start, tiba-tiba ada seorang peserta tak memakai sepatu.
Ibrahim sangat kasihan kepadanya, lalu memberikan sepatunya kepada orang itu agar kakinya aman.
Sebab, orang itu begitu bersemangat mengikuti marathon dan keilihatan dalam keadaan kekurangan.
Sebagai atlet, Ibrahim berpikir akan mudah meminta sepatu kepada panitia.
Namun, ternyata panitia tidak bisa menyediakan sepatu untuknya, sedangkan start sudah harus dimulai.
Akhirnya, Ibraim terpaksa berlari tanpa sepatu dan hanya menggunakan kaus kaki.
"Awalnya sangat berat bagi saya, terutama di jalan-jalan aspal," aku Ibrahim.
"Namun, saat memasuki jalan-jalan tanah rasanya sangat enak," tambahnya kepada situs berita Estonia, Delfi.
Meski sempat tersiksa di jalanan aspal dan kepanasan, Ibrahim tetap berlari penuh semangat.
Pada kilometer ke-11, dia sudah memimpin marathon.
Sejak itu, dia tak terkejar dan masuk finis paling pertama sebagai juara.
Selisih waktunya dengan urutan kedua adalah 4 menit, jarak yang sangat jauh.
merencanakan ikut lomba marathon yang sudah 35 tahun berlangsung itu.
"Ketika berlari, saya lupa bahwa saya tak memakai sepatu. Saya hanya berlari seperti biasanya," ucap Ibrahim Mukunga Wachira.
"Saya mencoba memaksa pikiran saya bahwa saya seolah-olah berlari memakai sepatu dan harus terus berlari," tambahnya.
Kisah Ibrahim ini menjadi viral di Estonia dan mendapat banyak simpati.
Apa yang dia lakukan dinilai sebagai insp[irasi besar.
Dia mengorbankan dirinya dan memberikan sepatu kepada orang lain.
Namun, Tuhan menjawab kebaikan hatinya dengan sukses sebagai juara.
Pelari asal Kenya ini memang sejak lama hidup dan berpikir sederhana.
Beberapa tahun lalu, dia hanya bekerja di kebon teh dengan keluarganya di pegunungan Kenya.
Ini yang justru membuat dia tertempa sebagai pelari. Dia sudah biasa berjalan atau berlari di pegunungan.
Meski bekerja berat di perkebunan teh, dia dan keluarganya tetap hidup dalam kemiskinan.
Nasibnya berubah ketika dia bertemu dengan pelari jarak jauh Estonia, Tiidrek Nurme.
Nurme melihat Ibrahim punya potensi tinggi. Namun, mereka sempat kesulitan berkomunikasi karena Ibrahim tak bisa berbahasa Inggris.
Namun, akhirnya Nurme membawa Ibrahim ke Estonia untuk menjadi partnernya berlatih lari.
Mereka sudah menjadi teman selama 5 tahun dan berlatih bersama selama 4 tahun.
Ibrahim pun kini menjadi atlet yang diperhitungkan secara internasional.
Ibrahim pun sekarang juga bias menyejahterkan keluarganya, meski dia harus sering bolak-balik Kenya-Eropa.
Aktivitasnya sebagai pelari profesional membuat kehidupannya terangkat.
Namun, Ibrahim Mukunga Wachira tetap merendah dan suka membantu orang lain. (*)
Penulis | : | Hery Prasetyo |
Editor | : | Hery Prasetyo |