Wajah suamiku putih pucat, dia hanya terdiam, terbayang beratnya derita dan kelelahan yang harus dialami suamiku.
Belum lagi dengan kombinasi pengobatan kemoterapy yang melemahkan fisik.
Keluar dari ruang dokter seolah semuanya jadi gelap, rasanya aku tak kuat menahan segala beban ini.
Segera aku beri kabar keluarga dan teman-teman dekatku, aku kabarkan keadaan suamiku dan kumintakan do’a dari mereka.
Tak terasa bulir-bulir bening air mata bermunculan disudut mataku.
Dengan langkah lemas tak bertenaga seolah aku melayang, tulang-tulang terasa tak mampu menyangga badanku yang kecil ini, aku melihat anakku yang masih berusia 1 tahun, dia tersenyum ceria, ia tak mengerti beban berat yang menimpa orangtuanya, akupun memeluknya erat sambil menangis sejadinya.
Ketika kami di rumah, kami minta pendapat dari pihak keluarga tentang pengobatan yang akan kami lakukan. Dengan berbagai pertimbangan dan alasan pihak keluarga menyarankan agar kami tidak menempuh jalan kemo dan radiasi. Kami disarankan untuk menjalani pengobatan dengan cara alternatif dan pengobatan herbal.
Awal september 2016 kami berencana pulang kampung ke tasik, dikarenakan kondisi suami yang tak bisa lagi bekerja, untungnya dari pihak kantor memberi cuti izin sakit sampai sembuh.
Akhirnya sejak saat itu kami melakukan ikhtiar pegobatan dengan cara alternatif dan minum obat-obat herbal. Karena saat itu suamiku sudah susah untuk menelan maka obat herbal yang diberikan tidak berupa kapsul, melainkan berupa rebusan dan cairan. Setiap hari suamiku harus minum ramuan dan rebusan obat-obat herbal. Segala macam makanan buah2an dan sayuran dijus dan di saring, Tapi aku lihat ia dengan telaten dan sabar rutin minum semuanya.
"Bii, kayaknya ummi udah lama g haid, " suamiku hanya tersenyum, coba periksain mii, tespek" katanya..
Aku terlalu sibuk mengurus suamiku yang sedang sakit, sampai tak sadar, 2 bulan lamanya aku tak datang bulan"
(Baca : Tumbuh Rambut Halus Di Sekitar Payudara? Normal atau Tidak? Ini Penjelasannya Menurut Para Ahli )
"Positif bii..."
"Alhamdulillah, zuma punya ade, mudah2an cwe ya miii, mudah2an pas bayinya lahir, abbi udah sehat,"
"Abbi pasti sehat sayang..."
Terlihat senyumnya yang mengembang dan bersemangat.
Semangatnya untuk sembuh begitu besar. Doa pun tiada henti kupanjatkan siang dan malam. Dan malam-malamku selalu ku habiskan dengan bersujud padaNya. Aku mulai rajin mencari semua informasi yang berhubungan dengan kanker lidah, mulai dari makanan, cara pengobatan, bahkan alamat klinik pengobatan alternatif. Semua informasi aku cari melalui internet, koran dan dari rekan-rekan.
5 bulan pengobatan, tapi Allah sepertinya belum memberi jalan kesembuhan dengan cara ini, akhirnya obat herbal aku tinggalkan. Dan akupun mulai ragu, kondisi suami makin memburuk, kamipun mulai putus asa. Aku yakinkan suamiku bahwa ini adalah memang ujian dari Allah,
“Bii.. semuanya atas kehendak Allah, bahkan jauh sebelum kita lahir sudah tertulis takdir ini, usia segini abbi sakit, berobat kesana-sini itu semua sudah ada dalam catatan Allah bii. Yang penting sekarang kita jangan lelah berikhtiar dan abbi tetap harus semangat untuk sembuh.” Ia mengangguk perlahan.
"Utun lahir, abbi pasti udah sembuh kan mii? Tanya nya
"Pasti bii, g ada yg g mungkin kalo Allah sudah berkehendak, utun lahir, abbi udah sehat". Ia pun tersenyum
(Baca : 4 Alasan Kenapa Berat Badan Kamu Terus Menurun, Bukan Cacingan Kok! )
Berat badan suamiku mulai turun drastis karena tak ada asupan makanan, sebelum sakit beratnya 65 Kg kini tinggal 40 Kg. Kondisinya makin parah dan puncaknya ketika aku lihat setiap hari suami muntah darah terus menerus. Ia pun terlihat lemas dan sangat pucat.
Januari 2017, aku bawa ke dokter spesialis Onkologi yang ada di tasik.
Dokter menganjurkan untuk segera dibawa ke rumah sakit karena hasil HB cuma 5, suamiku mengalami anemia berat. Kali ini aku membawanya ke RS Jasa Kartini tempat dokter itu praktek.
4 labu darah yang sudah masuk ke tubuh suamiku, dokter menyarankan kemoterapi"
"Kanker itu pengobatannya 3 rangkaian bu, kemoterapy, radiasi sama oprasi, tanpa itu kanker susah ditangani, apalagi dengan pengobatan alternatif dan herbal yang belum jelas" kata dokternya
"Mii, abbi mau berobat medis az, mau nurut apa kata dokter, mungkin ini jalan kesembuhan abbi" kata suamiku
Aku tak bisa berkata2,, baiklah kalo ini sudah keinginannya, aku hanya bisa mengiyakan, semoga Allah memberikan kesembuhan untuk suamiku dengan pengobatan medis.
Hari2 aku lewati, keluar masuk rumah sakit mengantar suami berobat, zuma aku titipkan ke rumah orangtuaku, karena waktuku habis dengan mengurus suamiku, penat rasanya,, hari2 dihabiskan dengan perjalanan dari rumah ke rumah sakit, rasanya melelahkan, apalagi dengan kondisi perutku yang semakin membesar.
dokter mengatakan, “kita hanya bisa memperlambat pertumbuhan kankernya bukan mengobati.” Seolah hitungan mundur kematian itu dimulai. Aku limbung dan hampir tak sadarkan diri, sekuat tenaga aku mencoba untuk tetap tegar
“Ya Allah… begitu berat cobaan ini Kau timpakan pada kami”
“Ma’afkan ummi, ummi tak mampu menjagamu selama ini…"
Serangkaian pengobatan medis dilakukan 7 kali kemotherapi, sampai kemo ke 3, kondisi suami sempat membaik, kemo ke 4,5,6,7... selama itu kondisi suamiku semakin menurun..
“Aku ingin ketenangan aku butuh pertolonganMu ya Robb. Kutumpahkan segala permohonan ini dihadapanMu yaa Allah. Bisa saja dokter memfonis dengan analisanya, tapi Engkaulah yang maha kuasa atas segala sesuatunya. Engkau maha menggenggam semua takdir, sakit ini dariMu ya Allah dan padaMU juga aku mohon obat dan kesembuhannya.”