Grid.ID- Menjadi seorang pengibar bendera pada Hari Kemerdekaan Indonesia adalah impian bagi putra-putri bangsa.
Tak hanya di istana negara, di seluruh pelosok negeri ini ratusan anak berlomba untuk dapat mengibarkan sang saka di hari ulang tahun Republik Indonesia.
Namun dibalik hingar bingar perayaan kemerdekaan, terselip kisah pilu dari seorang paskribra asal Sulawesi Selatan, Aritya Syamsudin.
Dua hari sebelum melaksanakan tugas mulianya, Aritya harus menghembuskan napas terakhirnya di RSUD 1 Lagaligo, Kecamatan Wotu.
(BACA : 17 Agustus 2017 - 6 Fakta di Balik Teks Proklamasi Kemerdekaan, yang Terakhir Kok Miris Gini!)
Aritya dirawat selama dua hari karena sesak dan batuk dan meninggal pada Selasa (15/5/2017) pukul 01.30 WITA.
Siswi SMAN 1 Mangkutana ini tergabung dalam pasukan 17 yang akan mengibarkan bendera pada hari ini tanggal 17 Agustus 2017 di Mangkutana Luwu Timur.
Dilangsir Grid.ID dari laman TribunLutim, ayah Aritya yang merupakan staf Kantor Camat Mangkutana mengatakan bahwa putrinya ini sempat meminta sesuatu saat masih di rawat di rumah sakit.
(BACA : 5 Fakta Menarik Sri Ranti, Peraih Emas Pertama Indonesia Cabang Panahan di SEA Games 2017)
Aritya yang saat itu masih terbaring meminta ayahnya untuk membelikan sepatu hitam yang akan ia gunakan saat bertugas nanti.
Akhirnya keluarga membelikannya sepatu dan dibawa ke rumah sakit.
"Kebetulan almarhum coba itu sepatu di atas ranjang", ungkap Syamsudin ayah Aritya menahan kesedihannya.
(BACA : Di Balik Gagahnya Pasukan Paskibraka, Begini Keseharian Mereka Mulai Seleksi Awal Hingga 17 Agustus)
Menurut keluarga, Aritya adalah sosok yang baik dan punya impian yang besar menjadi dokter ataupun polwan.
Menurut ayahnya, Anak terakhir ini tidak memiliki riwayat sakit sama sekali.
Aritya dimakamkan pada hari Selasa diiringi isak tangis dari kerabat.
Puluhan anggota Paskibra Mangkutana juga turut serta saat menggotong dan mengiringi keranda almarhumah menuju peristirahatan terakhirnya.
(*)
Penulis | : | Linda Fitria |
Editor | : | Linda Fitria |