Laporan Wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai
Grid.ID - Muncul sebuah respon mendesak dari para ahli robotika dan artificial inteligence untuk melarang pembuatan beragam 'robot pembunuh'.
Dalam bahasa hukum perjanjian internasional, mesin mematikan macam ini dapat disebut 'Lethal Autonomous Weapons Systems'.
Di dalam pemahaman Indonesia, ini lebih dikenal sebagai sebuah sistem senjata otonom yang mematikan.
CEO Tesla, Inc., Elon Musk, termasuk di antara 116 spesialis yang menyarankan pelarangan ini.
Dikutip wartawan Grid.ID, Ahmad rifai, dari The Guardian, 116 spesialis tersebut bilang, "Kami tak punya waktu lama untuk bertindak."
"Setelah kotak pandora ini dibuka, akan sulit untuk kembali ditutup!"
Sayangnya, sistem mengerikan macam ini sudah hadir di Bumi.
Kamu bisa tengok pada pesawat tempur udara tanpa awak, seperti drone jenis Taranis yang dikembangkan oleh BAE atau pihak lain.
(Baca juga: Hadiri Festival Ehem-Ehem, Pria Ini Malah Tewas di Tempat, Ada yang Tau Sebabnya?)
Atau, coba cari tahu tentang bedil sertrifugal SGR-A1 buatan Samsung yang ditempatkan di sepanjang perbatasan Korea Selatan.
Sebuah tank yang otonom sedang dalam proses pengerjaan, sementara kontrol manusia terhadap pesawat tak berawak hanya jadi soal tingkat derajadnya saja.
Robot pembunuh dapat bersama umat manusia dalam semangat untuk diri robot itu sendiri.
Sebenarnya banyak pesan yang bisa petik dari drama buatan Karel ?apek yang berjudul Rossum's Universal Robots (RUR).
(Baca juga: Di Negara Ini Badut Ada di Setiap Sudu Kota, Kisahnya Bikin Kamu Gak Nyangka!)
Ini adalah sebuah drama fiksi ilmiah yang ditulis ?apek pada tahun 1920.
Kisah drama ini dimulai dengan sebuah cerita pabrik yang membuat manusia buatan yang disebut Roboti.
Roboti dibuat dari bahan organik sintetis.
Mereka bukanlah seperti robot dalam definisi ilmiah.
(Baca juga: Gila Banget, Koleksi Janda Konglomerat Ini Bikin Kamu Elus Dada)
Makhluk buatan jenis ini lebih dekat degan gagasan modern tentang klon ketimbang mesin.
Pemikiran independen dimiliki oleh Roboti.
Awalnya, Roboti senang mengabdi pada manusia.
Akan tetapi, kemudian melakukan pemberontakan yang menyebabkan manusia punah.
(Baca juga: Diduga Miliki Kelainan Seksual, Adik Bos Travel Kiki Hasibuan Mesra Banget Sama Pacarnya)
Narasi yang dibangun oleh ?apek atau film Terminator, awalnya sama-sama dibuat oleh manusia, lalu kemudian memberontak kepada pencipta mereka.
Banyak kisah tentang robot yang berakhir tak baik-baik.
Mungkin amat sulit mengimajinasikan masalah yang diangkat oleh Musk dan rekannya tanpa benar-benar hadirnya kiamat yang disebabkan oleh robot.
Bahkan meski nasib umat manusia tak dipertaruhkan, kamu pada akhirnya tahu bagaimana salah satu mesin akan mengalami malfungsi.
(Baca juga: Nenek Idap Kangker Stadium Akhir, Si Cucu Malah Lakukan Ini, Catatan Hariannya Ungkap Fakta Mengejutkan)
Kalau pernah nonton film ini, kamu bisa lihat konsekuensi malfungsi itu terjadi pada droid polisi Robocop.
Kamu dapat menganggap itu adalah perumpamaan dalam fiksi ilmiah atau bahkan sebagai suatu sindiran.
Mungkin robot yang saat ini telah dibangun memang tak persis sesembrono di karya-karya fiksi ilmiah tersebut.
toh, cerita-cerita mengerikan ini, yang memberi ketakutan mendalam pada manusia, akhirnya jadi sebuah hiburan yang asik ditonton.
(baca juga: Bulan Madu Pasangan Ini Hancur Karena Satu Kalimat Ini, Apa ya?)
Memang ada banyak kendala untuk memulai sebuah debat publik pada baik buruknya sebuah teknologi berdasarkan karya fiksi ilmiah.
Dengan pengetahuan awal soal implikasi ini dan meenghindari hal-hal yang benar buruk, mungkin semuanya akan baik-baik saja.
Jika kita merunut lewat sudut pandang etika yang lebih luas dan semakin mendesak, ini merupakan awal dari sebuah jenis perdagangan ngawur dan pemantik sebuah perang modern.
Lalu, sebenarnya bagaimana membuat sebuah sistem teknologi otonom yang aman dan etis?
(Baca juga: Lama Tak Pernah Muncul di Layar Kaca, Artis Ini Foto Hot Bareng Anak)
Isaac Asimov sebenarnya sudah pernah membuat kisah fiksi ilmiah untuk menghindari kerugian yang diakibatkan robot terhadap manusia.
Ceritanya berisi tentang ulasan mengenai tiga hukum bagi robot.
Namun dalam cerita ini, jalan kisah lebih difokuskan pada bagaimana hukum tersebut dapat rusak oleh sebuah keadaan-keadaan.
Memang benar persoalan etika tak dapat dengan mudah dirumuskan agar diterima oleh semua pihak.
(Baca juga: Pria Lumpuh Punya Ide Gila, Awalnya Ditertawakan dan Diejek, Tapi Kini Dihormati Karena Hal Ini)
Sejarahwan Yuval Noah Harari telah menunjukkan bahwa kendaraan tanpa sopir akan memerlukan beberapa prinsip.
Prinsip ini akan menuntun bagaimana dia akan bertindak saat menghadapi sebuah tabrakan mematikan.
Kira-kira mana yang harus diutamakan?
Sang pengemudi atau justru si penumpang terlebih dahulu?
Kini umat manusia telah tiba di persimpangan zaman yang sangat menentukan masa depat.
Melihat keadaan ini dan konsekonsinya bagi masa depan, adakah solusi tepat yang bisa kamu tawarkan?(*)
Viral, Pernikahan Ini Sajikan Menu Mie Instan untuk Undangan yang Datang padahal Tajir, Tamu: Kami Juga Bawa Bekal Sendiri
Penulis | : | Ahmad Rifai |
Editor | : | Ahmad Rifai |