Grid.ID - Buku biografi berjudul: “Letkol. dr. RM. Soebandi, Jejak Kepahlawanan Dokter Pejuang” dilaunching Bupati Jember dr. Faida, MMR di Ballroom Hotel Cempaka, Jember, Sabtu (9/02) dengan disaksikan 1.000 undangan.
Acara ditandai pembukaan selubung warna hitam pada sebuah replika buku berukuran 2 meter X 1,5 meter oleh Bupati Faida bersama, Kolonel (CKM) Moh Arif Hariyanto (Kepala Kesehatan Kodam V Brawijaya) didampingi dr Widorini, MARS (putri bungsu mendiang Letkol. dr. Soebandi sebagai inisiator pembuatan buku biografi ayahnya) dan Letkol. Letkol (Inf) Arif Munawar (Dandim Jember).
Sejak diluncurkan, maka warga Kabupaten Jember saat ini sudah memiliki catatan sejarah siapa sebenarnya Letkol. dr. Soebandi.
Pria muda yang gugur pada usia 32 itu yang namanya diabadikan menjadi nama jalan, nama rumah sakit, dibuatkan patung, bahkan sudah menjadi nama Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Setikes) dr. Soebandi yang segera berstatus menjadi univesitas.
Baca Juga : Lewat Unggahan Instagram yang Tiba-tiba Menghilang, Jokowi Doakan Kesembuhan Ani Yudhoyono
“Lho ternyata begitu to kisah kepahlawanan dr Soebandi, selama ini saya tahunya jadi nama rumah sakit dan jalan,” kata seorang guru sejarah di sebuah SMP di Jember yang mendapat undangan untuk menyaksikan peluncuran buku tersebut.
Sebanyak 17 kembang api yang menyala bak semburan roket itu menyebabkan semua undangan terkesima, sekaligus menjadi penanda bahwa api perjuangan Soebandi masih tetap menyala sampai hingga kini di Jember.
Peluncuran buku ini sekaligus sebagai peringatan 70 tahun gugurnya Letkol. dr. RM Soebandi di palagan Karang Kedawung, Kecamatan Mumbulsari, Jember, pada tanggal 8 Februari 1949.
Berdasarkan nukilan buku yang ditulis dua wartawan Gandhi Wasono M dan Priyo Suwarno itu disebutkan bahwa pasukan Belanda berhasil mencium kedatangan pasukan Brigade Darmarwulan Divisi II Surapati sedang beristirahat di rumah-rumah penduduk di desa tersebut setelah menempuh perjalanan jauh.
Pasukan ini di bawah komando Letkol. Moch. Sroedji sebagai komandan brigade, beserta Letkol. dr. RM. Soebandi sebagai Residen Militer Besuki (setara dengan Korem sekarang ini) merangkap dokter brigade.
Pasukan ini menempuh perjalanan sekitar 250 km dari Kediri hingga Jember.
Dalam kondisi normal, seharusnya bagi pasukan tentara cukup satu minggu untuk menempuh perjalanan tersebut. Akan tetapi long march dari Kediri – Blitar – Malang – Lumajang – Jember, dengan tujuan akhir Desa Socapengepok di lereng gunung Argopuro harus ditempuh selama hampir dua bulan.
Hal itu terjadi, karena pasukan Brigade Darmawulan harus melakukan gerakan gerilya sambil melakukan wingate action, sesusai perintah Panglima Besar Jenderal Soedirman, agar Brigade Daramawulan merebut kembali Jember yang saat itu masih diduduki oleh pasukan Belanda saat serangan Agresi II.
Di Ngarum, Blitar, pasukan Damarwulan sudah bertempur melawan pasukan Belanda. Pasukan tentara Indonesia ini harus memilih jalan desa dan pegunungan untuk menghindari Belanda.
Bukan takut, tetapi tujuan utama pasukan Damarwulan itu adalah bertempur untuk merebut Jember, bukan perang di wilayah lain.
Baca Juga : Ditangkap Lagi Setelah Lima Bulan Bebas, Jupiter Fortissimo Tampak Gemuk
Perjalanan sampai di Kepanjen, Malang, disana pula pasukan yang gagah berani itu bertempur melawan Belanda, sehingga harus mencari jalan melingkar-lingkar agar tidak bentrok langsung dengan pasukan musuh.
Pasukan TNI harus menelikung di hutan kawasan Semeru, untuk menghindari perang terbuka dengan pasukan Belanda.
Sampai di Dampit (Malang Selatan), Pronojiwo hingga Lumajang, pasukan ini terus diadang oleh Pasukan Belanda.
Sampai di perbatasan Lumajang-Jember, pasukan beberapa kali terlibat bentrok senjata melawan pasukan musuh.
Akhirnya pasukan Brigade Damarwulan berhasil masuk ke Jember lewat jalur selatan. Ketika mulai masuk ke Jember, Pasukan dipecah menjadi beberapa bagian dengan jalur berbeda-beda dan kelak akan bertemu di desa Socapngepok.
Pasukan komando yang disitu ada Lektol. Moch. Sroedji dan Lekol. dr. RM. Soebandi serta para asisten brigade menuju jalur sampai ke desa Karang Kedawung.
Saat itu, Belanda sudah pasang mata-mata. Sekitar pukul 07.00, saat pasukan baru saja mendapat ransum sarapan berupa nasih bungkus dari penduduk, bala tentara Belanda melakukan serangan langsung terhadap posisi tentara Brigade Damarwulan.
Pecah perang.
Tembak menembak tak bisa dihindari. Serangan mendadak itu membuat pasukan TNI kalang kabut.
Komandan Brigade Lektol. Moch. Sroedji dan Lektol. dr. RM Soebandi memerintahkan pasukan segera menghindari masuk ke hutan, sekaligus memerintahkan masyarakat tiarap agar selamat dari terjangan perluru: “Tiarap....tiarap, badan telungkup di tanah,” begitulah teriakan Sroedji dan Soebandi, agar masyarakat aman.
Baca Juga : Jupiter Fortissimo Ditangkap Dua Kali, Kabid Humas Polda Metro Jaya: Berulang Kali, Menyesal Gimana?
Soebandi sudah berhasil lari sejarak 100 meter, namun dia harus melesat balik kembali, karena mengetahui Komandan Brigade Damarwulan telah ditembak Belanda.
Insting sebagai pejuang, dokter, sekaligus Residen Militer, menyebabkan Soebandi kembali untuk memberi pertologan kepada Sroedji.
Soebandi berusaha membopong tubuh Sroedji yang sudah bersimbah darah, tetapi usaha pertolongan itu menjadi sia-sia, karena pasukan belanda segera memberondongan senjata api ke arah Soebandi.
Mereka berdua pun tewas dalam kondisi berpelukkan.
Dua pimpinan Brigade Damarwulan un gugur dalam waktu hampir bersamaan.
Oleh Belanda, jenazah Sroedji dibawa ke alun-alun Jember.
Sedangkan jenazah Soebandi dimakamkan oleh warga setempat bersama bersama 12 penjuang lainnya.
Jenazahnya baru ditemukan setahun kemudian melalaui sebiah pencarian yang cukup panjang lalu dimakamkan di TMP Kreongan, dan selanjutnya dipindahkan lagi ke TMP Patrang hingga sekarang.
Selain meluncurkan buku sehari sebelumnya , tanggal 8 Ferbuari, keluarga besar menyelenggarakan acara doa bersama dengan mengundang 100 undangan warga Desa Karang Kedawung dipimpin Kiai H. Iqbal di Masjid An Nuur.
Masjid ini sekaligus merupakan monumen peringatan lokasi tempat pertempuran, serta lokasi gugurnya Letkol Moch. Sroedji bersama Letkol. dr. RM Soebandi.