Laporan wartawan Grid.ID, Puput Akad
Grid.ID - Dunia baru saja diguncang kabar duka yang datang dari negara Selandia Baru.
Dikabarkan puluhan jamaah shalat Jumat di kota Christchurch, Selandia Baru tewas karena aksi teror penembakan massal yang terjadi pada Jumat (15/3/2019) waktu setempat.
Aksi teror itu sendiri terjadi di dua masjid yang berada di kota tersebut, yakni masjid Al-Noor dan Linwood.
Baca Juga : Soal Pelaku Penembakan di Mesjid di Selandia Baru, Shireen Sungkar: Biar Allah yang Bales !
Hingga berita ini diturunkan, diketahui jumlah jumlah korban tewas akibat peristiwa nahas tersebut telah mencapai 50 orang.
Sementara, jumlah korban luka juga tercatat sebanyak 50 orang dengan 36 di antaranya masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Mengutip dari laman The Independent, Minggu (17/3/2019), kepastian jumlah korban tewas tersebut diperoleh setelah proses pemindahan jenazah para korban di 2 lokasi penembakan tersebut selesai dilakukan.
"Jumlah korban tewas kini berjumlah 50 orang. Saya juga ingin menyampaikan jumlah korban luka juga mencapai 50 orang," ujar Mike Bush, komisaris polisi Selandia Baru seperti dilansir laman The Independent, Minggu (17/3/2019).
Baca Juga : Teroris Penembakan Masjid Selandia Baru 'Nyengir' dan buat Gestur Ini saat Jalani Sidang Perdananya
Tak lama setelah insiden tersebut, polisi Selandia Baru lantas menahan empat orang diduga terlibat dalam serangan.
Namun, baru satu orang yang dipastikan sebagai tersangka, yakni Brenton Tarrant yang tak lain adalah pelaku penembakan di Christchurch.
Brenton kini kini ditahan di Pengadilan Distrik Christchurch dan harus menjalani sidang atas dakwaan pembunuhan pada 5 April 2019 mendatang.
Teror yang mengguncang Selandia Baru ini mendapat perhatian besar dari sang perdana menteri, Jacinda Ardern yang lantas menggelar konferensi pers pada Sabtu (16/3/2019).
Dalam pernyataan resminya, Jacinda bahkan menyebut tragedi ini sebagai hari tergelap dalam sejarah Selandia Baru.
Namun, belakangan terungkap fakta mengejutkan dari penuturan perdana menteri yang telah menjabat sejak 2017 ini.
Sang pelaku teror, Brenton Tarrant ternyata memilki senjata api yang ia gunakan untuk beraksi secara legal.
Baca Juga : Wanita Ini Tewas Usai Selamatkan Nyawa Suaminya Saat Penembakan Brutal di Selandia Baru
Ardern menambahkan, Brenton bahkan memperoleh lisensi kepemilikan senjata kategori A sejak November 2017 silam.
Ia lantas membeli 5 senjata api yang digunakan dalam serangan di kota Christchurch pada bulan berikutnya.
"Faktanya orang ini (Brenton Tarrant) mendapatkan lisensi kepemilikan dan membeli senjata. Maka, saya yakin warga mencari perubahan dan saya berkomitmen untuk itu," ujar Jacinda Ardern seperti dilansir laman ABC.net.au pada (16/3/2019).
Berkaca dari tragedi penembakan di Christchurch, Jacinda Ardern berjanji akan melakukan perombakan pada aturan undang-undang soal kepemilikan senjata api agar tak lagi kecolongan.
Baca Juga : Jadi Dubes RI untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya Kabarkan Kondisi WNI Korban Penembakan di Christchurch
"Saya bisa katakan satu hal saat ini, undang-undang kepemilikan senjata di negeri ini akan diubah," tegasnya.
Fakta ini seolah membuka fakta lain yang tak kalah mengejutkan tentang senjata api ternyata lazim dimiliki oleh warga sipil di Selandia Baru.
Mengutip abc.net.au, pada tahun 2014, dari 4,6 juta jiwa penduduk negara tersebut, 1,2 juta di antaranya memiliki senjata api.
Baca Juga : Menikah di Selandia Baru, Begini Kondisi Femmy Permatasari Usai Insiden Penembakan
Ini artinya setiap 4 orang warga sipil, terdapat 1 orang yang memiliki senjata api.
Wajar saja ini terjadi mengingat undang-undang kepemilikan senjata api di Selandia Baru terbilang lebih longgar jika dibandingkan dengan negara tetangganya, Australia.
Pasalnya di negara ini, semua warganya yang telah berusia di atas 16 tahun sudah diizinkan mengajukan lisensi kepemilikan senjata api, meski dibatasi hanya untuk keperluan olahraga serta kegiatan berburu.
Sedangkan, untuk lisensi senjata api berjenis semiotomatis yang kerap digunakan kalangan militer, baru boleh diajukan setelah berumur 18 tahun ke atas.
Bandingkan dengan di Indonesia di mana warga negara yang boleh mengajukan kepemilikan minimal harus berusia 21 tahun ke tas.
Untuk mendapatkan izin ini di Selandia Baru, si pemohon harus menjalani serangkaian tes, seperti pengecekan riwayat hidup, pelatihan keamanan, serta tes wawancara dengan polisi.
Lisensi itu sendiri bisa berlaku hingga 10 tahun ke depan. (*)
Baca Juga : Terjadi Insiden Penembakan, Femmy Permatasari Batal Bulan Madu Mengelilingi Selandia Baru
Viral Polisi Tembak Polisi, AKP Dadang Iskandar Nekat Tembak Juniornya hingga Tewas, Ternyata Sempat Beri Ancaman Ini ke Polisi Lain
Source | : | The Independent,abc.net.au |
Penulis | : | Puput Akad Ningtyas Pratiwi |
Editor | : | Puput Akad Ningtyas Pratiwi |