Grid.ID - Sejak 1909 hingga 1974, pasar semen Indonesia 100 persen dikuasai Semen Padang, Semen Gresik, dan Semen Tonasa.
Ketiganya merupakan badan usaha milik negara (BUMN) yang memproduksi semen.
Kehadiran swasta dalam pasar semen nasional mengubah kondisi itu. Mulai 1974, ketiga perusahaan BUMN itu tak lagi mendominasi pasar nasional.
Bahkan, pada 1984 hingga 1989 ketiga BUMN hanya mampu menguasai 31,4 persen pasar domestik.
Pemerintah tak tinggal diam. Langkah inovatif disiapkan untuk menyelamatkan ketiga perusahaan plat merah itu.
(Baca Juga : holding bumn membangun kesejahteraan ekonomi bangsa)
Penguatan BUMN dengan dilakukan dengan menyatukan ke dalam satu perusahaan induk (holding).
Konsep perusahaan induk BUMN memang telah menjadi hal lazim dalam konteks persaingan global, jadi tak perlu jauh-jauh untuk membuktikannya.
Kita dapat melihat Singapura sebagai contoh. Negara tetangga Indonesia itu telah memiliki perusahaan induk BUMN bernama Temasek sejak 1974 silam.
Membawahi sejumlah BUMN, Temasek kini memiliki aset mencapai 275 miliar dollar Singapura (sekitar Rp 2.750 triliun).
Demikian pula Malaysia. Negeri jiran tersebut juga memiliki sebuah perusahaan induk BUMN dengan nama Khazanah Nasional.
(Baca Juga : Wah! Indonesia Semakin Terang di Masa Depan Berkat Upaya yang Dilakukan PLN)
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Perusahaan induk BUMN sejatinya bukan hal baru bagi negara kepulauan ini.
Keberadaan perusahaan induk BUMN telah memiliki dasar hukumnya. Regulasi yang mendukung antara lain Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Regulasi terbaru bahkan sudah ada, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
Salah satu perusahaan induk BUMN yang pertama ada itu adalah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Perusahaan itu menjadi induk bagi Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa.
Menurut Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia Agung Wiharto, awal terbentuknya perusahaan induk tersebut dimulai sejak 1995, dan setelah itu kekuatan organisasi perlahan meningkat.
(Baca Juga : Bukan Cuma Kamu Yang Merasakan Terang, Bumi Papua Juga Rasakan Hal Sama!)
"Dengan bergabung jadi satu, kami tak perlu membangun pabrik sendiri-sendiri. Selain itu, sumber daya manusia terbaik dapat kami hadirkan di perusahaan induk," ujar Agung dalam Forum Merdeka Barat 9 bertajuk "Mengapa Perlu Holding BUMN?", Selasa (5/12/2017), di Jakarta.
Beberapa tahun setelah terbentuk, perusahaan induk industri semen itu berhasil menorehkan catatan positif.
Jika pada 2014 volume penjualan total domestik dan regional sebesar 28,5 juta ton, pada 2016 angkanya menyentuh 29,1 juta ton.
Ia melanjutkan, pascapgabungan itu Semen Indonesia juga mampu memperluas jangkauan pemasaran hingga seluruh Indonesia.
"Tantangan bisnis semen adalah distribusi dan logistik. Sekarang kami memiliki semua itu setelah menjadi satu," ucap Agung.
Geliat bisnis itu sebagaimana tercermin dari kinerja Semen Indonesia saat ini.
Korporasi itu menjadi raja penjualan semen domestik dengan pangsa pasar mencapai 47,1 persen.
(Baca Juga : Jangan Takut Gelap, Indonesia Semakin Terang Dengan Adanya Ini)
Dengan penjualan yang digdaya itu, Semen Indonesia berhasil membukukan pendapatan Rp 26,134 triliun pada 2016.
Berkaca pada keberhasilan perusahaan induk Semen Indonesia, Pemerintah telah membentuk perusahaan induk BUMN lainnya.
Kali ini pada bidang pertambangan di bawah naungan induk PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
Adapun PT Inalum menjadi induk atas PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk.
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Wianda Pusponegoro mengatakan, hadirnya perusahaan induk pertambangan itu memberi dampak positif bagi Tanah Air.
Sebagai contoh, proses hilirisasi tambang dapat terwujud di dalam negeri.
(Baca Juga : Nggak Cuma di Kota Besar Saja Bisa Menikmati Terangnya Malam, Pelosok Negeri Pun Ikut Merasakan)
"Hakikat BUMN adalah menjadi agen pembangunan nasional. Demikian pula, dalam hal pengelolaan sumber daya alam harus menguntungkan segenap masyarakat," tuturnya.
Kehadiran perusahaan induk, lanjut Wianda, berdampak positif untuk mempercepat laju kinerja BUMN.
Efisiensi dapat terwujud baik dari segi pengambilan keputusan strategis maupun anggaran.
Bersatunya sejumlah entitas bisnis sejenis membuat alat operasional dapat dipakai bersama-sama.
Hal itu tentu menghemat pengeluaran dibandingkan jika setiap BUMN melakukan investasi sendiri-sendiri.
"Ke depan, perusahaan induk BUMN diharapkan terwujud pada sektor perbankan, pangan, perumahan, migas, serta konstruksi dan jalan tol," imbuh Wianda.
(Baca Juga : Infrastruktur di Indonesia Feasible Diberikan kepada BUMN dan Swasta)
Kontribusi besar
Efisiensi BUMN amat penting jika berkaca pada peranan BUMN bagi Tanah Air.
Dengan total 118 BUMN pada 13 sektor, BUMN hadir untuk membawa kesejahteraan bagi segenap rakyat Indonesia.
Kuatnya BUMN Tanah Air tercermin dari besarnya total aset yang mencapai Rp 6.694 triliun per semester I tahun 2017. Pendapatan pun menyentuh Rp 936 triliun.
Adapun kontribusi pajak dan dividen BUMN terhadap anggaran pendapatan belanja negara (APBN) juga relatif stabil.
Pada 2014 angkanya sebesar Rp 211 triliun. Kemudian, pada 2016 kontribusinya sebesar Rp 203 triliun.
Menurut Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta hadirnya perusahaan induk diharapkan mampu meningkatkan investasi BUMN.
Dengan begitu, BUMN dapat meraih tambahan modal tanpa bergantung pada APBN.
(Baca Juga : Pemerintah Semakin Inovatif Dalam Memajukan Pembangunan Infrastruktur)
"Kondisi itu membuat APBN bisa dialihkan untuk kebutuhan sosial lain, misalnya pemerataan pembangunan daerah pinggiran," ujar Isa.
Dia memastikan, proses pembentukan perusahaan induk tidak mengurangi kontribusi BUMN terhadap negara, yaitu setoran pajak dan dividen.
Ketangguhan BUMN itu selaras dengan semangat Nawacita pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Utamanya dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis domestik dan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing bangsa.
Berdasarkan laporan Global Competitiveness Index 2017-2018 yang dikeluarkan World Economic Forum, peringkat daya saing Indonesia terus membaik.
Saat ini Indonesia menempati posisi ke-36 dari 137 negara atau naik 5 peringkat dari tahun sebelumnya di posisi ke-41.
Dengan besarnya dampak kehadiran BUMN bagi negara, sudah selayaknya kita terus menaruh harapan.
Demi satu tujuan, kesejahteraan bagi segenap tumpah darah Indonesia. (*)
Gunung Raung Erupsi Sehari Sebelum Natal, Pendaki Dengar Suara Ngeri ini dan Buru-buru Selamatkan Diri
Penulis | : | Nailul Iffah |
Editor | : | Nailul Iffah |