Laporan Wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai
Grid.ID - Hidup tidak pernah hanya hitam-putih dan itu dibuktikan dengan tegas oleh 3 pilot asal Israel.
tangan Pemerintah Israel di mata masyarakat internasional telah berlumur darah atas serangkaian kebijkan terhadap penduduk Palestina.
Sorotan makin tajam usai Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mendeklarasikan sepihak Jerusalem sebagai ibukota baru Israel.
Di tahun 2018, kontroversi kembali dibuat oleh Pemerintahan Benjamin Netanyahu.
(Baca juga: Yair Netanyahu, Anak PM Israel yang Tertangkap Basah Lecehkan Martabat Kaum Hawa)
Dikutip wartawan Grid.ID dari The Independent, awal bulan Januari, Pemerintah Israel telah menyuruh agar ribuan pengungsi dan imigran asal Afrika segera pergi.
Selambat-lambatnya, mereka harus enyah dalam waktu 3 bulan apabila tidak ingin mendekam dalam penjara.
Badan Kependudukan dan Keimigrasian Israel menyebut orang-orang Sudan dan Eritrea harus pergi kembali ke negaranya atau menuju negara dunia ketiga, yang berarti ke Rwanda atau Uganda.
Berdasarkan laporan media Israel, beberapa pencari suaka justru malah akan menghadapi ancaman penyiksaan atau perdagangan manusia setalah dilempar Pemerintah Israel ke 2 negara tersebut.
(Baca juga: Israel sudah Tidak Pernah Hujan Selama 5 Tahun, Menteri Pertanian Malah Lakukan Ritual Aneh)
Merespon kebijakan baru ini, 3 pilot asal Israel justru tegas menentang praktik macam ini.
Mereka menolak terlibat dan enggan untuk menyupiri pesawat.
(Baca juga: Mendekati Natal 'Sinterklas' Mampir ke Palestina, Beri Hadiah Bagi Pasukan Israel, Kakinya Kemudian Ditembak)
Yoel Piterbarg adalah mantan pilot helikopter tempur di Angkatan Udara Israel.
Dia adalah orang pertama dari 3 pilot yang berani bersuara.
"Negara Israel yang dihuni terutama oleh orang Yahudi dulunya adalah pengunsi dari bermacam negara di seluruh dunia," tulisnya di Facebook.
"Sebagian besar lewat Holocaust, banyak yang diusir dengan paksa dari negara mereka."
(Baca juga: Usai 128 Negara Tolak Pengakuan Sepihak AS Soal Yerusalem, Israel Merajuk dan Akan Tinggalkan 'Medan Laga')
"Banyak lainnya juga bermigrasi untuk memperbaiki hidup di negara-negara ramah yang rela menerima mereka."
Lanjutnya, "Dari semua orang kita, orang-orang Yahudi, harus perhatian, berempati, bermoral, dan jadi pemimpin opini publik di dunia dalam bagaimana kita memperlakukan para imigran dan pengungsi yang telah menderita dan terus sengsara dari asal negara mereka."
(Baca juga: Panggil Aku Ahed Tamimi, Simbol Perlawanan Kids Jaman Now Palestina, Gigit dan Ajak Ribut Pasukan Israel)
Kemudian pilot lainnya, Shaul Betzer, menulis kritik di Facebook dan kemudian di Twitter.
"Tidak munkin saya sebagai kru pesawat akan ikut ambil bagian dalam mengangkut pengungsi atau pencari suaka yang justru setelah mencapai tujuannya malah berakhir dengan enol besar."
"Tidak banyak keberanian yang dibutuhkan dalam misi semacam ini," lanjutnya."
"Tapi, saya tidak dapat melakukan apa yang diminta dalam misi semacam ini, baik sebagai pilot dan sebagai manusia."
Selang beberapa jam, pilot lainnya, Iddo Elad, juga membagikan pernyataan di Facebook.
"Saya tidak akan menjadi mitra bagi kebiadaban macam ini," tegasnya.
Kiriman para pilot di Facebook telah dibagikan ratusan kali dan menarik sejumlah komentar yang mendukung pernyataan nekat ini.
(Baca juga: Pria Palestina Berkursi Roda yang Panjat Tiang Listrik, Perjuangannya Tamat di Moncong Bedil Pasukan Israel)
Bagi para imigran yang bersedia angkat kaki pada akhir Maret akan diberi Rp. 46,5 juta termasuk uang tiket pesawat.
Namun bagi yang tidak mau akan diancam masuk penjara.
Hotline for Migrant Workers mengutuk kebijakan Pemerintah Israel dengan mengatakan pengusiran, "Membahayakan nyawa para pengungsi."
Ribuan orang Afrika bersusah payah menyebrang dari Mesir menuju Israel.
(Baca juga: Tingkah Arab Saudi Buat Penduduk Palestina Menangis, Pilih Berkawan dengan Israel Hanya Demi Lakukan Ini)
Namun bagi Israel, mereka justru adalah penyusup dan kebanyakan adalah imigran ekonomi yang jumlahnya mengancam karakter Yahudi.
Pada kenyataannya, orang-orang yang disebut penyup tersebut terpaksa lari untuk menghindari konflik dan penganiayaan di negara asalnya.
(Baca juga: Kisah Nestapa Orang Maya, Air Mata Bercampur Derasnya Sungai, Guatemala Akan Pindahkan Kedubes ke Yerusalem)
Pernyataan yang dilempar oleh 3 pilot Israel mengenai kebijakan deportasi para imigran sebenarnya bersifat simbolis.
Sebab EI AI, layanan penerbangan komersil tempat 3 pilot tersebut bekerja, saat ini tidak mengoperasikan rute apa pun ke negara-negara yang dimaksud.
"EI AI tidak menerbangkan para imigran ke Afrika," ungkap juru bicara EI AI kepada The Independent.
(Baca juga: Usai 128 Negara Tolak Pengakuan Sepihak AS Soal Yerusalem, Israel Merajuk dan Akan Tinggalkan 'Medan Laga')
Terkait kegaduhan ini, sebuah petisi meminta agar Asosiasi Pilot Penerbangan Komersial Israel dan kru di Bandara Ben Gurion, dekat Tel Aviv, menolak berpartisipasi dalam kebijakan pengusiran sejumlah imigran dan pengungsi.
Hingga berita ini diturunkan, petisi telah mendapat 8 ribu tanda tangan.(*)
Viral Polisi Tembak Polisi, AKP Dadang Iskandar Nekat Tembak Juniornya hingga Tewas, Ternyata Sempat Beri Ancaman Ini ke Polisi Lain
Penulis | : | Ahmad Rifai |
Editor | : | Ahmad Rifai |