"Transplantasi ini menunjukkan untuk pertama kalinya kalau transplantasi ulang memungkinkan dilakukan lagi," jelas badan biomedis dan National Health Service Perancis, seperti dilansir dari Science Alert, Senin (22/1/2018).
Cangkok wajah memang masih jarang dilakukan, kurang lebih baru 40 operasi saja dan setidaknya ada 6 pasien yang meninggal akibat prosedur yang tinggi risiko ini.
Pasien kemungkinan akan memiliki komplikasi seumur hidup, infeksi, pengobatan, dan ancaman penolakan organ yang terjadi secara terus menerus.
Sebagai tindakan pencegahan, mereka harus minum obat imunosupresif selama sisa hidupnya.
Obat ini mampu menekan sistem kerja imunitas sehingga penolakan tubuh terhadap organ yang baru bisa ditekan.
(BACA: Bayi Ini Jadi yang Pertama Lahir dari Transplantasi Rahim di Amerika, wah Seperti Apa ya?)
Meski begitu, obat imunosupresif sebenarnya membawa risiko pada kesehatan pasien.
Pasien transplantasi lainnya, Isabelle Dinoire meninggal karena kanker pada tahun 2016 yang kemungkinan dipicu karena mengonsumsi obat imunosupresif yang ketat.
Kini diperlukan lebih banyak penelitian lagi untuk mengatasi komplikasi dan penolakan organ serta obat-obatan yang diperlukan untuk mencegah reaksi itu, mengingat transplantasi wajah dapat mengatasi berbagai macam kondisi medis yang berasal dari kelainan genetik, kecelakaan, luka akibat diserang, dan lainnya.
Dalam kondisi seperti ini, pasien tidak hanya rusak wajahnya tapi mereka juga merasa sangat sakit. \
(BACA: Momen Emosional, Perempuan ini Bertemu Pasien Transplantasi Penerima Wajah Almarhum Suaminya)
Adanya transplantasi memungkinkan memulihkan kemampuan pasien untuk bernapas, makan, berbicara serta menampilkan ekspresi wajah. (*)
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul: Kali Pertama di Dunia, Pria Ini 2 Kali Lakukan Transplantasi Wajah
Masyaallah! Presiden Prabowo Beri Hadiah Rp 100 Juta untuk Mbah Guru yang Viral Ngajar Matematika Lewat Tiktok, Netizen Ikut Girang
Source | : | www.kompas.com |
Penulis | : | Adrie P. Saputra |
Editor | : | Adrie P. Saputra |