Grid.ID - Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bisa menjadi mimpi buruk bagi masyarakat.
Iuran BPJS Kesehatan tarifnya akan naik dua kali lipat.
Belum selesai polemik kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan, pemerintah mengumukan dicabutnya subsidi listrik untuk pelanggan 900 VA pada 2020.
Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan banjir penolakan.
Kritik tajam deras mengalir, tentu saja diarahkan kepada pemerintah. Penolakan awal datang dari DPR.
Sejumlah anggota DPR dari Fraksi partai oposisi dan pemerintah kompak menentang rencana pemerintah tersebut.
Merujuk artikel terbitan Kompas.com, Kebijakan ini diambil di akhir periode pertama Jokowi, pasca penetapan dirinya sebagai presiden terpilih untuk kedua kalinya.
Rencana pemerintah menaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN) BPJS Kesehatan dua kali lipat mulai 1 Januari 2020 terus menjadi polemik publik.
Baca Juga: Miris, Menunggak Iuran BPJS Selama 2 Tahun, Wanita Ini Tawarkan Ginjal untuk Biaya Berobat Suami
Pemerintah tinggal menunggu payung hukumnya berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Nantinya iuran BPJS Kesehatan kelas I naik dari Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan, kelas II naik dari Rp 51.000 jadi Rp 110.000 per bulan. Sementara itu iuran kelas III rencananya naik dari Rp 25.500 jadi Rp 42.000 per bulan.
Namun kenaikan iuran kelas III belum bisa dipastikan karena ditolak DPR.
Pemerintah terlebih dahulu diminta memperbaiki carut marut data keanggotaan BPJS Kesehatan kelas III sebelum memutuskan kenaikan iurannya.
Selain iruan BPJS, pemerintah berencana mencabut subsidi listrik 24,4 juta pelanggan 900 VA pada 2020.
Hal ini terungkap dalam rapat panitia kerja (Panja) anggaran terkait subsidi di Ruang Badan Anggaran DPR, Selasa (3/9/2019). Pemerintah diwakili oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kementerian Keuangan) Suahasil Nazara dan jajaran Dirjen Kementerian ESDM, salah satunya Dirjen Ketenagalistrikan Rida Mulyana.
Baca Juga: Nah Lo, Perokok Adalah Salah Satu Penyebab BPJS Kesehatan Tekor
Usul pencabutan subsidi 24,4 juta pelanggan listrik 900 VA datang langsung dari Kementerian ESDM.
Alasannya karena 24,4 juta pelanggan tersebut merupakan rumah tangga mampu (RTM).
Pengamat energi dari Indonesian Resources Studies, Marwan Batubara setuju subsidi listrik untuk masyakarat mampu dicabut.
Namun ia mempertanyakan basis data pemerintah yang mengatakan 24,4 juta pelanggan listrik 900 VA merupakan rumah tangga mampu (RTM).
Jangan sampai kata dia, data 24,4 juta pelanggan yang subsidinya ditarik ternyata tidak valid. Apalagi kata dia, saat ini masyarakat sudah cukup terbebani dengan biaya kebutuhan hidup lainnya.
Bila data tersebut tidak valid, maka keputusan mencabut subsidi listrik justru akan menambah beban rakyat.
Baca Juga: Dianggap Jadi Penambah Harapan Hidup, Dua Obat Kanker Usus Akan Dihapus dari Fasilitas BPJS
"Kondisi ekonomi masyakarat sendiri kan sedang sulit juga jadi jangan malah beban itu ditambah dengan penghilangan subsidi," kata Marwan. (*)
Thariq Halilintar Bantah Isu Belum Move On dari Fuji Usai Kepo Postingan Aisar Khaled, Kini Klarifikasi
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Maria Andriana Oky |
Editor | : | Maria Andriana Oky |