Laporan Wartawan Grid.ID, Arif Budhi Suryanto
Grid.ID - Baru-baru ini publik sedang dihebohkan dengan revisi UU KPK.
Revisi UU KPK itu dinilai akan memperlemah KPK sebagai badan independen pemberantas korupsi.
Selain itu, publik juga menyorot beberapa pasal 'ngawur' dalam RUU KUHP.
Salah satunya adalah Pasal 279 ayat 2 yang menyebut 'Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II (Rp 10 juta)'.
Hal ini pun mendorong mahasiswa untuk tidak tinggal diam.
Maka dari itu, ribuan aliansi mahasiswa di berbagai kota di Indonesia melakukan aksi demo penolakan Revisi UU KPK dan RUU KUHP pada 23-24 September 2019.
Namun, seolah luput dari perhatian massa, sebenarnya masih ada satu RUU lagi yang perlu disoroti karena keberadaannya dianggap akan mengancam privasi individu.
Baca Juga: Sempat Merasa Kehilangan Empati, Maia Estianty Jalani Hipoterapi Demi Bisa Menangis
RUU tersebut adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS).
Apa itu?
Executive Director Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto menjelaskannya dalam sebuah cuitan di akun Twitternya @DamarJuniarto, Rabu (25/09/2019).
Jika RUU KKS disahkan hari Senin, 30 September 2019 ini akan pecahkan rekor pembuatan UU tercepat di Indonesia. Lebih cepat dari UU KPK.
Dibuat hanya dalam 5 hari!
Simak utas berikut untuk tau RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS)#RUUKKSbermasalah #TundaRUUKKS pic.twitter.com/RKopR1dGx6
— Damar Juniarto (@DamarJuniarto) September 25, 2019
RUU KKS adalah peraturan yang akan mengatur tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menggantikan Perpres No. 53 Tahun 2017.
Dalam RUU ini nantinya BSSN akan berada di bawah Presiden langsung dalam urusannya melaksanakan pemerintahan dalam bidang Keamanan dan Ketahanana Siber.
Namun yang perlu dicatat, RUU KKS ini bahkan dinilai belum matang dan terkesan pengerjaannya dikebut.
Baca Juga: Enggan Miliki Momongan Lagi, Maia Estianty Blak-blakan Ungkap Alasannya
Sebab perumusan dan pembahasannya sendiri baru diagendakan pada 24-26 September 2019, itu pun tertunda karena aksi demo mahasiswa.
Jadi jika RUU KKS ini berhasil disahkan pada Rapat Paripurna Senin (30/09/2019) mendatang, maka akan mencetak rekor perumusan RUU tercepat hanya dalam 5 hari.
Oleh sebab itu banyak pasal-pasal dalam RUU KKS yang kemudian patut diperhatikan, karena menurut Damar keberadaan RUU ini akan mengancam kebebasan berekspresi dan perlindungan atas privasi di ranah siber.
Seolah membenarkan, Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar juga mengungkapkan hal serupa.
"Kekhawatiran kita ketika RUU ini disahkan akan memberikan ruang yang sangat besar bagi otoritas untuk melakukan tindakan monitoring trafik data dan internet di Indonesia," tuturnya dalam diskusi di kantor Setara Institute, Jakarta, Jumat (27/09/2019).
Hal ini ia ungkapkan setelah melihat Pasal 47 dan 48 yang intinya menyatakan kalau BSSN memiliki kewenangan untuk memantau lalu lintas data dan internet.
"Nah tanpa batasan-batasan yang ketat, detail dan memadai, potensi seperti ini akan bisa digunakan untuk tindakan abusive. Apalagi ketika kemudian monitoring ini dilakukan dengan teknologi yang bisa mengidentifikasi perilaku orang per orang," ujarnya seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Menurutnya, hal ini akan terkesan seperti adanya pengawasan massal seperti halnya yang terjadi di Vietnam dan Thailand.
Lebih lanjut, dalam RUU KKS juga tidak dijelaskan mengenai sistem pengawasan seperti apa yang dipakai sehingga seolah-olah peraturan ini terkesan tergesa-gesa untuk segera disahkan.
"Sama sekali tidak merumuskan bagaimana model pengawasan, baik yang sifatnya melekat atau ad hoc, siapa yang melakukan? Prosesnya seperti apa? Dan bagaimana bentuk partisipasi publik?" pungkasnya.
(*)
Penulis | : | Arif Budhi Suryanto |
Editor | : | Nurul Nareswari |