Grid.ID - Sejumlah kelompok masyarakat madani berencana akan menggugat peraturan registrasi ulang kartu prabayar karena dianggap membahayakan keamanan data pribadi konsumen.
Hingga tenggat waktu registrasi ulang kartu telepon prabayar pertama pada akhir Februari lalu, sudah 320 juta nomor kartu yang tercatat.
Awalnya tidak tampak ada masalah, namun belakangan ada orang yang menemukan NIK dan KK-nya dipakai untuk 50 nomor.
Itulah yang mendorong sejumlah kelompok masyarakat madani menggugat peraturan pemerintah itu ke Mahkamah Konstitusi.
"Ini kan jadi keresahan banyak orang karena sistem registrasinya memang dari awal kita sudah anggap itu akan menyebabkan tidak ada kepastian jaminan data itu tidak bocor.
"Lalu kalau terjadi kebocoran apa mitigasinya," kata Damar Juniarto dari SAFEnet, Southeast Asia Freedom of Expression Network, yang akan ikut menggugat.
Pemerintah mewajibkan registrasi ulang dengan alasan antara lain: menghindari penipuan lewat telepon, meningkatkan keamanan, menanggulangi hoaks, dan mempermudah proses transaksi keuangan.
Namun kasus duplikasi 50 nomor itu memperlihatkan ada masalah baru: keamanan data pribadi.
"Keamanan data pribadi diatur dalam perlindungan data pribadi yang UU-nya belum ada sampai sekarang tapi kita sudah diminta untuk menyerahkan data pribadi kita," kata Damar.
10 Cara Jenius untuk Kabur dari Korea Utara yang Jarang Diketahui Orang
Dikatakannya juga bahwa sebelum proses registrasi kartu prabayar, jual beli data nasabah atau nomor telepon sudah terjadi namun "perlindungan data pribadi tidak pernah terjadi."
Inilah Wajah Pemenang Lomba Mirip Nicholas Saputra, Kantongi Rp500 Ribu, Mata dan Hidung Plek Ketiplek?
Penulis | : | Aditya Prasanda |
Editor | : | Aditya Prasanda |