Laporan Wartawan Grid.ID, Andika Thaselia Prahastiwi
Grid.ID - Buat kamu penggemar John Green, pasti kenal dong dengan novelnya yang berjudul 'Paper Towns'?
Novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2008.
Novel bergenre misteri ini kemudian diadaptasi menjadi film di tahun 2015 dengan judul yang sama.
( BACA JUGA: Salut, Begini Cara Lee Yoo Young Bangkit dari Kesedihan Setelah 4 Bulan Ditinggal Kim Joo Hyuk )
Film ini dibintangi oleh Cara Delevigne dan Nat Wolff.
Frasa 'paper town' memiliki arti kota yang sebenarnya tidak ada di kehidupan nyata alias hanya karangan si pembuat peta.
Kesannya memang jahat sih, tapi paper town ini bukan semata-mata ide dalam cerita atau film aja loh.
( BACA JUGA: Termasuk Indonesia, NCT 2018 Empathy Berhasil Duduki Puncak Chart iTunes di 18 Negara! Selamat! )
Paper town ini memang ada di kehidupan nyata dan penggunaannya terkenal di kalangan para pembuat peta atau kartografer.
Nama paper town didesain sebiasa mungkin seperti nama-nama kota pada umumnya.
Selain paper town, para kartografer biasanya juga membuat 'trap streets' alias jalanan palsu.
( BACA JUGA: Melalui Sepeda, Mantan Guru Ini Bagi Kebahagiaan untuk Anak-anak SD di South Carolina, Simak Kisah Inspirasinya di Sini yuk )
Lalu, apakah penggunaan paper towns dan trap streets ini bisa dikategorikan sebagai penipuan?
Melansir laman Curiosity, penggunaan dua hal palsu tadi memang tidak diatur dalam kode etik para kartografer.
Alasannya, karena paper towns dan trap streets muncul karena fenomena yang baru terjadi di era-era modern, terutama era digital.
( BACA JUGA: Miliki Kemampuan Dance Sangat Baik, 3 Idol K-Pop Ini Bakal Jadi Member Tetap di Variety Show Baru loh! )
Para kartografer membuat paper towns dan trap streets dengan tujuan untuk mengetahui pemalsuan serta pembajakan peta oleh pihak yang nggak bertanggung jawab.
Apalagi di era digital seperti ini dengan beragam kelengkapan canggih yang bisa memalsukan semua hal, dari alat elektronik, film, sampai peta.
Terus, paper towns dan trap streets ini punya hak cipta nggak?
( BACA JUGA: Keluarga Ruben Onsu Rutin Minum Jamu, Begini Ekspresi Si Kecil Thalia Saat Pegang Gelas Jamu! )
Karena berupa hal fiktif, paper towns dan trap streets nggak dilindungi oleh undang-undang hak cipta di negara manapun.
Apa yang harus dilindungi kalau hal tersebut cuma palsu?
Yang memiliki hak cipta hanyalah petanya, bukan nama paper towns atau trap streets-nya.
( BACA JUGA: Viral, Status Menceritakan Kisah Bocah 4 Tahun Tega Membunuh Adiknya karena Takut Tak Disayang )
Jadi, saat satu oknum membajak peta dari sebuah perusahaan, maka perusahaan bisa menuntut pembajakan atas petanya.
Bukan pembajakan atas paper towns dan trap streets-nya.
Bukan cuma peta konvensional, peta digital seperti Google Maps pun punya paper town loh!
( BACA JUGA: Suami Minta Ketemu, Kalina Ocktaranny: Sudah Terlambat )
Paper town buatan Google Maps ada di Inggris, di wilayah terluar kota Aughton.
Paper town ini diberi nama 'Argleton'.
Paper town yang paling terkenal adalah Agloe, yang "terletak" di New York, Amerika Serikat.
( BACA JUGA: Jadi Satu-Satunya Member NCT yang Masuk di Semua Unit, Mark Merasa Bersyukur Sekaligus Gugup! )
Paper town ini dibuat pada tahun 1930 oleh direktur perusahaan pembuatan peta General Drafting Co., Otto G. Lindberg.
Lindberg membuat Agloe bersama asistennya Ernest Alpers.
Agloe diletakkan di antara kita Rockland dan Lew Beach.
( BACA JUGA: Vintage Fashion Style ala Shandy Aulia, Seperti Apa ya? )
Beberapa tahun kemudian, kartografer Rand McNally ketangkap basah memalsukan peta Lindberg karena tercantum nama Agloe di dalamnya.
Kamu bisa temukan paper towns dan trap streets lainnya? (*)
Source | : | Curiousity |
Penulis | : | Nindya Galuh Aprillia |
Editor | : | Nindya Galuh Aprillia |