"Ini masa depan dia," kata Dokter Hamid. Bocah itu hidup, dan itu adalah keberhasilan bagi kami.
Pada hari yang sama, anak perempuan berusia 18 bulan tiba di rumah sakit dengan luka menganga di bagian paha sehingga pembuluh arterinya terpotong.
Dengan susah payah Dokter Hamid mencoba menyambungkan pembuluh di kakinya dan memulihkan aliran darah, namun dia tidak mampu menjahit pembuluh tersebut dengan baik.
"Kita tidak tahu di masa depan apakah dia bisa berjalan atau kakinya hanya menjadi foto. Namun, dia hidup," ujarnya.
Kondisi tersebut tidak terjadi terus-menerus.
Pekan itu, lima bocah yang ditangani Dokter Hamid semuanya meninggal dunia.
"Ketika kami menangani anak-anak, kami berharap Allah menjaga mereka," ucapnya disertai helaan napas yang panjang dan berat. "Maafkan saya, ini tidak bisa diungkapkan kata-kata."
Selagi konflik Suriah melewati tahun ketujuh, kekejian di Ghouta Timur mencerminkan kondisi perang sipil di Suriah yang melebar.
Pemerintahan Presiden Bashar al-Assaf mengatakan tengah membersihkan bangsa dari teroris, namun serangan tanpa kenal ampun telah membunuh puluhan ribu warga sipil.
"Mereka mengatakan membunuh teroris, tapi kami bukan teroris. Orang yang saya lihat meninggal adalah perempuan dan anak-anak," cetus Dr Hamid.
Dia sedang menghitung persediaan antibiotik, obat bius, dan insulin yang kian menipis.
Alat cuci darah pun nihil sehingga pasien gagal ginjal menghitung hari hingga meninggal dunia dengan siksaan.
Kediaman tempat Dr Hamid lahir dan dibesarkan telah ditelantarkan walau penuh kenangan.
Sebelum konflik meletus, rumah itu didatangi sanak saudara dari Damaskus untuk piknik di akhir pekan.
"Mereka datang ke sini dari berbagai daerah untuk menghirup udara segar dan menikmati pepohonan serta sungai. Bagi saya, sudah seperti surga di bumi."
Kini, dia berdoa di tempat penampungan yang penuh sesak, bahwa anak-anaknya suatu hari bisa melihat tempat yang masih segar dan hijau dalam ingatannya.
"Mungkin sudah terlambat untuk saya. Tapi, Insya Allah, anak-anak kami kelak mampu menatap hari itu." (*)
Artikel ini disarikan dari beberapa bagian laporan khusus BBC
Penulis | : | Aditya Prasanda |
Editor | : | Aditya Prasanda |