Grid.ID - Indonesia memiliki sejarah panjang dalam penumpasan gerakan radikal macam terorisme.
Dan semuanya berawal pada Maret 1981.
Saat itu, 28 Maret 1981 sebuah pesawat milik maskapai Garuda Indonesia hendak terbang dari Talangbetutu, Palembang ke Bandara Polonia, Medan.
Namun pihak maskapai tak menyadari bahwa ada 6 orang teroris yang menyamar sebagai penumpang.
Dalam penerbangan, keenam orang teroris itu kemudian membajak pesawat.
(BACA : Inilah 3 Permintaan Nyak Sandang, Penyumbang Pembelian Pesawat Pertama RI Saat Bertemu Jokowi)
Mereka mengidentifikasi diri sebagai 'Komando Jihad' yang dipimpin oleh Imran bin Muhammad Zein.
Pesawat berjenis DC-9 Woyla itu kemudian diarahkan untuk terbang ke Bandara Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar.
Kemudian mereka terbang lagi dan mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Rencananya, pesawat akan diarahkan terbang ke Libya tapi karena bahan bakar tak mencukupi mereka kembali mendarat di Bangkok.
Di Bandara Don Mueang inilah peristiwa bersejarah ini terjadi.
Pimpinan teroris pembajak pesawat, Imran bin Muhammad Zein menyerukan agar rekannya yang ditahan saat peristiwa Cicendo dibebaskan.
(BACA : Ramai Soal Isu #deletefacebook, Mark Zuckerberg Akhirnya Angkat Bicara)
Dalam peristiwa itu 14 anggota Komando Jihad membunuh empat personil polisi pada 11 Maret 1981.
Selain itu, para pembajak juga meminta uang tebusan senilai 1,5 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 20 miliar.
Jika tuntutannya tidak dipenuhi maka mereka akan meledakkan pesawat bersama seluruh awak dan penumpangnya.
Kejadian ini langsung ditanggapi dengan sangat serius oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Indonesia langsung memberangkatkan 35 anggota Grup 1 Para-Komando Kopassandha (Kopassus) pimpinan Letkol. Sintong Panjaitan ke Thailand sebagai upaya pembebasan pesawat beserta kru dan penumpangnya.
Sandi operasi ini adalah Operasi Woyla.
(BACA : Google Maps Kini Sediakan Perkiraan Waktu Tunggu Rata-rata di Restoran)
Mereka sudah standby dan siap melaksanakan operasi pembebasan.
Namun sayang, negosiasi dengan para pembajak menemui jalan buntu.
Para pembajak tetap ingin tuntutan mereka dipenuhi tanpa ada pengecualian.
Mau tak mau opsi militer diambil oleh Pemerintah Indonesia dan para prajurit diperintahkan untuk bergerak.
Maka pada pukul 02.30 pagi-pagi buta tanggal 31 Maret 1981 para prajurit Kopassandha mulai mendekati pesawat diam-diam.
Ketika semua prajurit sudah siap maka perintah menyerang segera dikeluarkan.
(BACA : 5 Makanan yang Wajib Kamu Hindari Saat Menstruasi, Biar Sakitnya Nggak Makin Parah!)
Serbuan kilat pasukan Kopassandha membuat pembajak kelabakan bukan main.
Mereka tak menyangka akan diserang pagi-pagi buta.
Para prajurit menyergap teroris yang bertahan di dalam pesawat dari segala arah.
Baku tembak pun terjadi di dalam pesawat.
Hanya dalam tempo kurang dari tiga menit semuanya beres.
Hasilnya, 5 orang teroris tewas dan semua penumpang dapat dibebaskan dalam kondisi selamat.
Sedangkan pimpinan pembajak, Imran bin Muhammad Zein selamat dari baku tembak dan dijatuhi hukuman mati.
(BACA : Serangan Jantung Mulai Intai Anak Muda, Cari Tahu Penyebabnya Yuk!)
Tapi salah satu pilot pesawat bernama Herman Rante dan satu anggota Kopassandha bernama Acmad Kirang meninggal setelah ditembak salah satu pembajak.
Mereka berdua gugur sebagai kusuma bangsa.
Operasi Woyla merupakan aksi pertama pemerintah Indonesia melawan teroris.
Serbuan kilat para pasukan Kopassandha yang hanya membutuhkan waktu kurang dari 3 menit untuk membebaskan sandera juga menjadi rekor operasi pembebasan sandera tercepat di dunia. (Seto Aji N/Grid.ID)
Penulis | : | Linda Fitria |
Editor | : | Linda Fitria |