Laporan Wartawan Grid.ID, Fidiah Nuzul Aini
Grid.ID - Status Indonesia sebagai negara dengan beragam potensi bencana tampaknya membuat warganya selalu waspada terhadap berbagai tanda-tanda tak biasa yang terjadi.
Termasuk saat sebuah gunung api memunculkan fenomena yang tak biasa.
Seperti yang baru-baru ini terjadi, saat awan di atas Gunung Sumbing memperlihatkan bentuk yang terlihat seperti UFO.
Fenomena tersebut terlihat dari video yang diunggah oleh akun Instagram @pesonagunung_, Sabtu (4/1/2020).
Dalam video, awan yang terlihat mirip UFO tersebut dikelilingi oleh gumpalan awan-awan yang bergerak di sekitarnya.
Sontak fenomena tersebut menarik perhatian warga hingga viral di media sosial.
"Itu awan apa guys? Kok ngeri lihatnya, pasti didalemnya badai," tulis akun @pesonagunung_.
"Untuk yang mau naik gunung dipikir ya dulu guys, cuaca baru tidak bersahabat."
"Untuk yang sudah niat mau mendaki gunung mohon lebih hati2 lagi dan lebih safety,
Ingat kesehatan dan keselamatan itu lebih penting, jangan hanya mementingkan foto dan puncak," jelasnya.
Kemudian fenomena tersebut dijelaskan oleh Prakirawan Cuaca dari Badan Meteorolgi dan Geofisika (BMKG), Nanda Alfuadi.
Dikutip Grid.ID dari Kompas.com, Sabtu (4/1/2020), Prakirawan Cuaca dari BMKG mengatakan jenis awan yang terlihat dalam postingan tersebut kemungkinan merupakan jenis awan lenticularis yang umum terjadi saat siang hari di musim kemarau.
Menurutnya, awan tersebut bukan penanda cuaca buruk, tapi penanda potensi turbulensi.
“Sehingga sebetulnya yang perlu hati-hati adalah penggiat penerbangan atau olahraga paralayang, karena dalam kondisi atmosfer seperti itu daya angkat atmosfer tidak begitu bagus,” ujarnya
Saat disinggung terkait bentuk awan disebut-sebut oleh para netizen mirip UFO, menurutnya hal itu terjadi lantaran proses pembentukan awan ke atas terhambat.
Baca Juga: Mendiang Lina Sempat Dipojokkan karena Menikah Lagi, Paranormal: Sebenarnya Kesalahan Ga 100 Persen
Hal itu disebabkan karena kondisi atmosfer di puncak gunung cenderung stabil, sehingga awan melebar ke samping dan bukan tumbuh ke atas.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Cuaca BMKG Agie Wandala mengatakan bahwa awan lentikuleris dipengaruhi oleh topografi gunung dan tegak lurus terhadap arah angin.
Fenomena ini menurutnya adalah hal yang wajar terjadi di gunung, namun juga bisa terjadi dataran luas.
“Di gunung terdapat sebuah mekanisme yang disebut gelombang gunung, salah satu tandanya adalah awan lentikuler,” ujarnya Sabtu (4/1/2020).
Agie mengatakan fenomena ini tidak berbahaya bagi pendaki karena tidak terjadi badai di sekitar awan tersebut.
Namun yang perlu diwaspadai adalah suhu udara yang menjadi lebih dingin karena suhu dingin adalah pemicu pembentukan awan lentikular.
(*)
Source | : | Kompas.com,Instagram |
Penulis | : | Fidiah Nuzul Aini |
Editor | : | Ayu Wulansari Kushandoyo Putri |