(Baca juga: Dikabarkan Hilang Selama Seminggu, Satu Keluarga yang Berlibur ke Meksiko Ditemukan Tewas, Begini Penyebabnya)
Kematian Clark sangat disesali oleh neneknya, Sequita Thompson.
"Stephon berada di tempat dan waktu yang salah," ratapnya kepada Sacramento Bee.
Tindakan polisi itu menimbulkan kemarahan dari warga Sacramento keesokan harinya.
Mereka menggelar protes di Balai Kota Sacramento.
#Sacramento protestors shutting down the freeway for #StephonClark. https://t.co/UzlZEKsNdi
— Frances Wang (@FrancesWangTV) March 23, 2018
Teman Clark, Clinton Primm mengaku takut jika nanti ada pria kulit hitam yang menjadi target penembakan polisi selanjutnya.
"Clark merupakan teman yang baik. Dia mempunyai dua anak. Masing-masing berusia satu dan tiga tahun. Dia menyayangi mereka berdua hingga akhir hayatnya," kata Primm.
(Baca juga: Dituduh Berselingkuh Wanita Dicambuk oleh Suaminya Sendiri, Caranya Menyedihkan)
Sementara itu, pakar pelatihan polisi Ed Obayashi berujar, penembakan yang berujung kematian Clark memang begitu disayangkan.
Namun, dia berkata, polisi tidak bisa disalahkan begitu saja.
Sebab, dari laporan polisi, Clark tidak menuruti perintah untuk memperlihatkan tangannya.
"Masalahnya, dia memegang benda yang di siang hari pun, orang bakal dengan mudah berpikir itu adalah senjata," kata Obayashi.
Lebih lanjut, di situs GoFundMe digalang donasi untuk biaya pemakaman Clark yang mencapai 50.000 dolar AS, atau sekitar Rp 689,6 juta.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah pernah tayang di Kompas.com dengan judul Mengira iPhone sebagai Senjata, Polisi di AS Tembak Mati Seorang Pria.
Viral Rumah Dijual Rp 27 Juta di Yogyakarta, Kondisinya Horor dan Bikin Merinding, Akan Dibeli Joko Anwar?
Penulis | : | Ahmad Rifai |
Editor | : | Ahmad Rifai |