Laporan Wartawan Grid.ID, Dewi Lusmawati
Grid.ID- Bagi orang Indonesia, menikah dan hamil adalah sebuah fitrah yang kadang tak terduga waktunya.
Orang Indonesia yang bekerja sebagai karyawan bisa menikah dan hamil kapanpun mereka mau.
Kecuali jika karyawan atau pekerja tersbeut terikat kontrak tertulis dengan perusahaan.
Namun kebebasan menikah dan melahirkan seperti itu tampaknya mahal di Jepang.
(BACA: Choi Ji Woo Menikah dengan Kalangan Non Selebriti, Netizen: Pasti Bukan Karyawan Perusahaan Biasa)
Pasalnya di negeri sakura tersebut, jadwal menikah dan hamil karyawan ditentukan oleh perusahaan.
Hal tersebut diungkap oleh sejumlah pekerja di Jepang
Lantas, bagaimana hal itu bisa terjadi?
Dilansir Grid.ID dari artikel terbitan Dailymail tanggal 3 April 2018, pekerja Jepang diberi jadwal yang mendikte kapan mereka bisa menikah atau melahirkan.
(BACA: Salut, Komputer di Negara Ini Akan Otomatis Mati Agar Karyawannya Pulang Lebih Awal)
Hal ini terungkap dari sebuah kejadian tak diduga.
Tren yang mengganggu ini pertama kali terungkap setelah suami seorang perawat mengaku bahwa istrinya hamil diluar jadwal yang ditentukan perusahaan.
Perawat tersebut diejek oleh atasannya yang mengatakan bahwa ia hamil di luar jadwal.
Sejak itu lusinan wanita lain datang untuk berbagi cerita yang sama.
(BACA: Kejam, Gara-gara Masalah Pribadi, Seorang Bos Tega Tabrak Karyawannya)
Bahkan seorang wanita berusia 26 tahun mengatakan bahwa dia disuruh menunggu sampai usia 35 tahun untuk hamil.
Keluhan akan penjadwalan ini awalnya disampaikan oleh seorang suami melalui sebuah surat yang ditujukan pada media lokal.
Surat tersbeut dikirim pada bulan Maret 2017.
Dlam suratnya pria itu mengaku sebagai suami seorang wanita yang bekerja sebagai pengasuh di penitipan anak di Prefektur Aichi, Jepang.
Dalm surat itu tertulis, "Delapan bulan dalam pernikahan kami, pada bulan Januari tahun ini, kami mengetahui bahwa istri saya sedang hamil.
Istri saya, yang merupakan pengasuh di tempat penitipan anak, tampak murung dan cemas atas berita itu.
Direktur di pusat penitipan anak tempat dia bekerja telah menentukan urutan kapan para pekerjanya bisa menikah atau hamil.
Tampaknya ada aturan yang tidak tertulis bahwa seseorang tidak boleh mengambil giliran mereka untuk hamil sebelum seorang karyawan senior.
(BACA: Kantornya Terlalu Keren, Karyawan Apple Justru Sering Terluka Karena Menabrak Kaca)
Saya dan istri saya pergi bersama untuk meminta maaf.
"Kami minta maaf karena kami hamil," kata kami.
Direktur dengan enggan menerima permintaan maaf kami.
Tapi ia sejak saat itu, telah meneriaki istri saya dengan kata-kata kasar, seperti, "Bagaimana kamu bisa dengan egois melanggar peraturan?".
(BACA: Bolehkan Pacaran Sekantor, Ada Syarat Khusus dari Facebook dan Google Buat Karyawannya)
"Istri saya merasa bersalah memikirkan kondisi kerja keras rekan-rekannya."
Sementara itu direktur menganggap kami bersalah karena tidak merencanakan kehamilan dengan baik."
Dalam surat tersebut pria itu menuliskan, "Siapa yang mendapat keuntungan dari giliran yang mereka tentukan untuk memiliki anak?".
Surat itu mendorong banyak pasangan lain mencurahkan permasalahan yang sama.
(BACA: Videonya Viral, Begini Nasib Karyawan Hotel yang Diduga Melecahkan Turis Wanita di Bali)
Pekerja-pekerja lain di Jepang mengaku bahwa mereka dipaksa untuk hidup dengan aturan yang serupa.
Yakni menunggu jadwal untuk menikah dan hamil.
Toko Shirakawa, seorang jurnalis yang khusus mengkaji tingkat kelahiran di Jepang mengatakan bahwa kebijakan ini umum terjadi.
Terutama di tempat kerja atau perusahaan yang mayoritas karyawannya adalah perempuan.
(BACA: 14 Fakta Kronologi Longsor di Bandara Soetta, 1 Wanita Karyawan GMF Meninggal Dunia )
Tujuannya untuk memastikan beban kerja tersebar merata.
Dalam kasus lain, seorang wanita berusia 26 tahun yang bekerja di sebuah perusahaan kosmetik di Mitaka daerah pinggiran Tokyo, mengatakan bahwa diamenerima sebuah email.
Email tersebut berisi jadwal pernikahan dan kelahiran untuk dirinya dan 22 orang rekannya sesama karyawan perempuan.
Dalam email itu ada peringatan yang mengatakan, "pekerjaan akan dicadangkan jika empat orang atau lebih mengambil waktu liburt yang sama. Perilaku egois akan dikenakan hukuman".
Wanita itu kemudian diberitahu oleh seorang supervisor bahwa dia harus menunggu sampai usia 35 untuk hamil.
"Bagaimana mereka akan bertanggung jawab jika saya menunda hamil dan kehilangan kesempatan saya untuk memiliki anak?," Katanya.
Jepang terkenal karena kondisi kerja yang berat dan jadwal hukuman yang telah menyebabkan beberapa karyawan meninggal di tempat kerja.
Di negara tersebut bahkan ada kosakata 'Karoshi'- yang berarti kematian karena terlalu banyak pekerjaan.(*)
Viral Rumah Dijual Rp 27 Juta di Yogyakarta, Kondisinya Horor dan Bikin Merinding, Akan Dibeli Joko Anwar?
Source | : | dailymail.co.uk |
Penulis | : | Dewi Lusmawati |
Editor | : | Dewi Lusmawati |