Grid.ID – Suripto, penggali kubur langganan keluarga Presiden Jokowi belakangan menjadi sorotan publik usai mengungkap pantangan yang tak boleh dilanggar.
Pantangan yang tak boleh dilanggar Suripto diungkapnya usai membantu prosesi pemakaman ibunda Presiden Jokowi.
Ternyata Suripto telah bekerja menjadi tukang gali kubur kepercayaan Presiden Joko Widodo sejak beberapa tahun lalu.
Dilansir Grid.id dari laman Tribun Solo, Suripto telah menjadi tukang gali kubur kepercayaan keluarga Jokowi sejak 2013 silam.
Suripto mengaku sudah mendapat amanah keluarga presiden Jokowi sejak awal.
"Untuk proses penggalian pusara keluarga Pak Jokowi yang tanggung jawab menggali dari awal itu saya," ujarnya.
"Mulai dari nenek, bapak, dan adik iparnya Pak Jokowi, terus ini saya diberi amanah lagi," imbuhnya.
Terakhir, ia diberi amanah untuk menggali pusara tempat peristirahatan ibunda Jokowi, Sudjiatmi Notomiharjo.
Almarhumah Eyang Noto dikebumikan di makam keluarga Mundu, Selokaton, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Kamis (26/3/2020) pukul 13.00 WIB lalu.
Menjadi tukang gali kubur langganan keluarga presiden, Suripto memiliki pengakuan.
Dilasir Grid.ID dari laman Kompas.com, sebelum prosesi pemakaman, Presiden Jokowi dan keluarga melakukan tradisi brobosan terlebih dulu.
Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap almarhumah sebelum dikebumikan.
Brobosan ialah tradisi yang dilakukan usai jenazah dishalatkan dan peti jenazah diangkat menuju makam, para anggota keluarga memutarinya dengan melewati bagian bawah peti jenazah.
Setelahnya, pada saat pemakaman, Jokowi ikut turun ke liang lahat ketika prosesi pemakaman berlangsung.
Tak hanya keluarga Jokowi yang memiliki tradisi, ternyata Suripto memiliki tradisi yang sama.
Suripto memiliki tradisi gotong royong yang kerap diterapkannya.
Gali kubur dilakukan Suripto tanpa pamrih sebagai bentuk gotong royong antar warga.
"Saya melakukannya tanpa pamrih, sebagai bentuk gotong royong warga sekitar sini," ungkap dia.
Suripto dan warga mengaku tak mau menerima bentuk bayaran apa pun.
"Kalau ada bayaran saya pasti protes, itu tidak boleh ada. Takutnya akan membudaya dan rasa sosialnya menghilang," jelas Suripto.
(*)
Source | : | kompas,Tribun Solo |
Penulis | : | Novita |
Editor | : | Novita |