Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Saat ini para ilmuan sedang berjuang untuk menggali semua informasi tentang virus corona.
Objek kajiannya pun beragam, baik sumber, sifat, cara penyebaran, gejala, hingga vaksin virus corona jenis baru penyebab Covid-19.
Salah satu faktor yang memengaruhi kecepatan penyebaran virus corona adalah banyak pasien yang tak menunjukkan gejala.
Sehingga, mereka tak sadar jika telah membawa virus mematikan tersebut.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menjelaskan, seseorang yang menderita Covid-19 tidak mesti mengidap gejala klinis.
Gejala yang dimaksud misalnya demam tinggi, pilek, batuk, hingga sesak napas.
"Maka kita harusnya lebih waspada, karena beberapa gejala yang kita miliki itu bisa saja mengarah ke situ. Jadi apakah harus seluruhnya? Tidak harus seluruhnya baru kita melakukan," ujar Wiku.
"Satu gejala saja itu pasti salah satu gejala juga dari covid. Tapi kan belum tentu Covid-19," ucapnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengatakan, ada dua faktor penyebab penyebaran virus corona (Covid-19) di masyarakat.
Salah satu faktor penyebarannya, yakni masih adanya sumber penularan Covid-19 dari orang tanpa gejala di tengah masyarakat.
Dilansir Grid.ID dari Kontan, berikut ini sejumlah hal yang perlu kamu ketahui soal infeksi virus corona tanpa gejala:
Risiko transmisi
Sejauh ini, infeksi virus corona tanpa gejala telah ditemukan di banyak negara.
Yang terbaru, sejumlah atlet dunia yang dinyatakan positif Covid-19 mengakui hal itu.
Para ahli masih mencoba untuk mencari tahu, sejauh mana orang-orang yang terinfeksi dalam kategori ini berkontribusi dalam penyebaran virus corona.
Baca Juga: Cegah Virus Corona, Prilly Latuconsina Tutup Gerai Restorannya
SCMP melaporkan, sepertiga dari pasien positif virus corona di China baru menunjukkan gejala setelah terkonfirmasi positif.
Sebelumnya, mereka tidak merasakan gejala sama sekali.
Kasus asimptomik atau tanpa gejala ditemukan di antara orang-orang yang telah melakukan kontak dekat dengan pasien positif, klaster, dan melalui pelacakan kontak.
Beberapa ahli memperingatkan, pasien tanpa gejala bisa membuat rute transmisi baru setelah penguncian kota dicabut.
"Ini memprihatinkan, mengingat banyak negara belum menerapkan tingkat pengujian komunitas yang cukup luas," kata Adam Kamradt-Scott, spesialis kesehatan masyarakat di University of Sydney.
Tidak menunjukkan gejala selama perawatan
Kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Korea Selatan Jung Eun-Kyeong mengatakan, sekitar 20% dari pasien positif virus corona di negeri ginseng tidak menunjukkan gejala sama sekali selama menjalani perawatan di rumah sakit.
Lebih lanjut, mengutip dari Bloomberg, di Islandia, menurut Kepala Ahli Epidemiologi Thorolfur Gudnason, separuh dari jumlah pasien positif tidak memiliki gejala.
Satu analisis dari wabah kapal pesiar Diamond Princess menunjukkan, 33 dari 104 penumpang yang terinfeksi tetap tanpa gejala bahkan setelah rata-rata 10 hari pengamatan di rumah sakit.
Screening di bandara tak efektif
Yale Scool of Public Health menyebutkan, keberadaan pasien asimptomik mengindikasikan, screening di bandara dan tempat masuk lainnya tak cukup efektif.
"Gambaran nyata hanya akan terungkap ketika kami memiliki tes serologis untuk mengetahui siapa yang telah terinfeksi," kata Ian Henderson, Direktur Institute for Molecular Bioscience di Queensland University.
Baca Juga: Cegah Virus Corona, Prilly Latuconsina Tutup Gerai Restorannya
Sejauh ini, screening di bandara masih menjadi andalan utama bagi banyak negara untuk mendeteksi penumpang yang mungkin telah terpapar virus corona.
Singapura kini mulai sadar akan hal itu dan memperketat tes masuk di bandaranya.
Ada pasien dengan paru-paru normal
Seorang perempuan asal Wuhan, China, dengan riwayat perjalanan ke Anyang untuk mengunjungi keluarganya, sempat dinyatakan negatif pada tes awal.
Tetapi, pada tes lanjutan hasilnya berubah menjadi positif.
Ia pun kemudian menjalani uji CT Scan untuk mengecek kondisi paru-parunya.
Dari uji scan itu, diketahui paru-parunya tetap normal, tak mengalami demam, dan gejala pernapasan.
Metode pengujian tak efektif
Mengutip Health, Presiden ACCESS Health International William Haseltine mengatakan, metode pengujian virus corona secara umum yang ada saat ini dia nilai tidak cukup efektif.
Itu berdasarkan fakta bahwa penyebaran virus corona tak hanya disebarkan oleh orang bergejala.
Ia pun meminta agar banyak negara mengoptimalkan sistem pengujian yang dikenal sebagai contact tracing atau pelacakan kontak.
Menurut Haseltine, penting untuk menemukan pasien tersebut lebih awal sebelum mereka sakit.
"Ini bukan tentang berapa banyak tes yang dilakukan di suatu negara, tetapi bagaimana tes itu digunakan," kata dia.
Dengan temuan seperti ini, maka orang yang bergejala dan tanpa gejala memiliki potensi yang sama besarnya dalam penularan virus corona.
Praktisi Kesehatan, Lula Kamal mengingatkan masyarakat untuk hati-hati terhadap penyebaran Covid-19.
Sebab, setiap orang memiliki gejala yang berbeda.
Bahkan, ada yang tidak memiliki gejala Covid-19 sama sekali.
"Jadi kita harus hati-hati karena berhubungan dengan daya tahan tubuh tiap orang bisa berbeda-beda.
Ada yang ringan, ada yang berat, ada yang orang tanpa gejala si penyakit corona atau Covid-19 ini," kata Lula di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (15/4/2020).
(*)
Gunung Raung Erupsi Sehari Sebelum Natal, Pendaki Dengar Suara Ngeri ini dan Buru-buru Selamatkan Diri
Source | : | Kompas.com,kontan |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Okki Margaretha |