Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Dienfitri Awalia
Grid.ID - Sebagai kaum minoritas, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Desty Rifiyanti mengaku tak mudah menjalankan ibadah puasa di negara Jerman.
Bulan Ramadhan yang biasanya jatuh bertepatan dengan musim panas di Jerman itu menjadi tantangan terberat baginya.
Akibat musim panas, kaum Muslim yang berpuasa di Jerman mau tidak mau harus menahan lapar dan dahaga sekitar 18 jam lamanya.
Setidaknya itulah yang dialami oleh Desty Rifiyanti yang sudah tiga kali menunaikan ibadah puasa di Jerman.
"Jeda waktunya itu sangat lama. Itu bisa 17-18 jam kita sehari puasa. Sahur terakhir jam 3.30, bukanya jam 21.00 malem," ujar Desty pada Grid.ID melalui aplikasi berbagi pesan Whatsapp, Minggu (26/4/2020).
Menurut wanita yang tinggal di Kota Hamburg ini, jam sahur dan buka puasa di Jerman berbeda-beda tergantung negara bagiannya.
"Aku sekarang lagi ada di Stuttgart di negara bagian Baden-Wuerttemberg. Di sini imsaknya jam 4 subuh, buka puasanya jam 20.30 malam," terangnya.
Menjalani ibadah puasa di musim panas itu pula yang membuat umat Muslim di Jerman harus pintar mengelola hawa nafsu untuk membatalkan puasa.
Pasalnya, tak sedikit penduduk Jerman yang meneguk minuman dingin demi memberikan sensasi segar ke tubuhnya di musim panas.
"Godaannya berat sih mereka (warga Jerman) pada makan, pada minum, apalagi cuaca lagi panas, sekarang ini lagi panas banget kan," ujar Desty.
"Jadi peralihan antara musim semi sama musim panas, jadi lagi bener-bener panas di luar. Panasnya di sini panas banget, terik," lanjutnya.
"Panas banget, lu nggak bisa ngapa-ngapain orang-orang di luar pada makan es krim, lu cuma bisa ngelihatin," tandasnya lagi.
(*)
5 Rekomendasi Drakor Song Joong Ki yang Jarang Dibahas, Main Bareng Moon Chae Won hingga Han Suk Kyu
Penulis | : | Annisa Dienfitri |
Editor | : | Deshinta Nindya A |