Ada berbagai faktor yang terbukti mempengaruhi pembelian impulsif di Indonesia, seperti emosi positif, kualitas pelayanan dan promosi, serta konformitas.
Nyatanya, belanja memang mampu membuat kita lebih bahagia dan tak jarang keinginan untuk berbelanja juga dipengaruhi oleh tren yang beredar di lingkungan kita.
Dalam survei yang dilakukan theAsianparent akhir tahun 2017, ditemukan bahwa setidaknya 73% dari 1093 perempuan Indonesia yang sudah memiliki anak mengaku berbelanja daring lebih dari 2-3 kali setiap bulannya, dengan pengeluaran sebesar Rp 100.000 hingga Rp 300.000 per transaksi.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diambil dari kuartal keempat (Q4) tahun 2015 pun menunjukkan adanya penurunan dari marginal propensity to save (MPS) menuju ke peningkatan marginal propensity to consume (MPC), yang sebenarnya bukan hal baru, karena rasio MPS berada di bawah rasio MPC sejak 2013.
Ini dapat menjadi indikasi bahwa lebih banyak orang Indonesia yang memilih untuk mengalokasikan pendapatan mereka untuk berbelanja daripada menabung.
Membeli yang tidak terencana mungkin akan membuat kita puas, namun belum tentu apa yang kita beli akan bermanfaat bagi kehidupan kita.
Terlalu banyak membeli tanpa pertimbangan yang matang beresiko buruk pada kondisi keuangan kita.
Oleh karena itu, lebih bijaksana dalam keuangan, ya.
(*)
Viral, Pernikahan Ini Sajikan Menu Mie Instan untuk Undangan yang Datang padahal Tajir, Tamu: Kami Juga Bawa Bekal Sendiri
Source | : | Kompas.com,kompasiana,Pijar Psikologi |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Nurul Nareswari |