Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Tuntutan satu tahun penjara terhadap dua pelaku penyiraman air keras, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis menuai kontra versi.
Tak sedikit masyarakat dan publik figur menyoroti kasus hukum di Indonesia dirasa tidak adil dan lalai.
Banyak yang menilai, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak sebanding dengan kasus.
Mengutip dari Kompas pada Sabtu (13/6/2020), kasus yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan ini akhirnya dibandingkan dengan kasus serupa di daerah lain.
Menurut Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman, kasus serupa yang terjadi di Pengadi Negeri (PN) Denpasar kasus seperti ini seharusnya dituntut hukuman minimal 3,5 tahun penjara.
Bahkan di PN Bengkulu dan Pekalongan kasus tersebut bisa dijerat dengan tuntutan hukum hingga 10 tahun penjara.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga menilai bahwa negara tak serius dalam menangani kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
"Tuntutan yang hanya 1 tahun penjara itu memperlihatkan jika negara menyepelekan kasus Novel," ujar Usman
Melansir dari Tribunnews, Novel Baswedan justru merasa dikerjai dan dipandang sebelah mata.
Selain itu, penyidik KPK Novel Baswedan juga menganggap pemerintah telah lalai.
Novel menganggap pekerjaan untuk memberantas mafia hukum di Indonesia hanya dipandang sebelah mata dan digunakan sebagai formalitas.
"Di waktu yang sama aku dikerjai gitu, loh. Jadi, memang ini negara abai. Itu harus digarisbawahi," ujar Novel.
"Karena ini kan enggak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Ugal-ugalan yang nekat itu enggak mungkin berani kalau ada pembiaran," imbuhnya.
Menurut Novel, kedudukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mencerminkan jati diri negara untuk membela keadilan.
"Ini tidak sama sekali mencerminkan kepentingan membela negara. Kepentingannya justru malah buruk sekali," ujarnya.
Tuntutan satu tahun penjara yang dijatuhkan pada terdakwa dinilai, Novel Baswedan tidak dapat memenuhi rasa keadilan.
Novel Baswedan justru menyebut tuntutan JPU hanya digunakan sebagai formalitas agar ada kepastian hukum.
Selain itu serangan yang dilakukan tersangka dinilai Novel Baswedan tengah menyerang psikologisnya untuk membuatnya semakin kesal.
"Yang kedua mendongkolkan, biar saya bertambah jengkel gitu, loh. Menyerang saya secara psikologis," katanya.
"Saya melihatnya begitu. Makanya saya sudah bersiap dari awal," tutur Novel.
Meskipun demikian, Novel tak ambil pusing lantaran ini justru memperlihatkan hal positif.
Menurutnya, masyarakat jadi tahu kebobrokan hukum Indonesia lewat kasus penyiraman air keras ini.
(*)
Viral, Pernikahan Ini Sajikan Menu Mie Instan untuk Undangan yang Datang padahal Tajir, Tamu: Kami Juga Bawa Bekal Sendiri
Source | : | kompas,Tribunnews |
Penulis | : | Novia |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |