Laporan Wartawan Grid.ID, Silmi Nur A
Grid.ID - Nama Ahmad Dhani sudah begitu melekat di belantika musik Indonesia.
Ahmad Dhani menjadi salah satu pentolan band legendaris Dewa 19.
Namun, siapa sangka Ahmad Dhani justru merasa kalau musik itu bukanlah tempatnya?
Ya, Ahmad Dhani memang sempat terjun ke dunia politik, dan ayah dari Al Ghazali, El Rumi, dan Dul Jaelani itu merasa politik adalah dunianya.
Dilansir dari Youtube channel Daniel Mananta, Ahmad Dhani mengungkap bahwa ia masih ingin terjun ke dunia politik.
Ahmad Dhani merasa memiliki hasrat terpendam untuk menjadi seorang politisi.
Menurutnya darah politisi sudah mengalir dari jiwa kakek dan ayahnya yang lebih dulu terjun ke dunia politik.
Baca Juga: Lee Sachi Ungkap Kesalahan Fatal yang Diperbuatnya Hingga Okan Kornelius Gugat Cerai
"Politisi itu cita-cita bakatku dari Papaku anggota DPR GR tahun 1968 kakekku tentara nasional angkatan darat. Jadi ya memang dharmanya ksatria," ungkap Ahmad Dhani.
"Bicara agama Hindu dharmanya kakek nenek semua ksatria. Jadi ya wajar kalau dharmanya ingin berbakti pada negara. Itu sudah passion-nya," imbuhnya.
Baca Juga: Ibu Sambung Rasa Ibu Kandung, Aurel Hermansyah Spontan Ganti Panggilan Ashanty dengan Sebutan Ini
Tak dipungkiri, musik adalah dunia yang melambungkan nama Ahmad Dhani.
Suami Mulan Jameela itu mengatakan bahwa musik adalah bagian dari hobinya.
Dan Ahmad Dhani merasa salah jalan berada di dunia musik.
"Sebenarnya musik itu salah jalan," ungkap Ahmad Dhani.
"Salah jalan tapi sukses ya?" goda Daniel Mananta.
"Lo bisa bayangin ya, salah jalan aja sukses apalagi nggak salah jalan," timpal Ahmad Dhani sambil tertawa.
Membicarakan jalan hidup, Daniel menanyakan apabila sebenarnya musik adalah jalannya.
Namun, Dhani membantah hal itu.
Ia yakin betul kalau politik adalah jalannya.
"Kalau kita lihat DNA, ya nggak lah, bapakku kan politisi. kakekku tentara. Ya, mungkin kakek-kakek berikutnya juga tentara juga, kita gak pernah tahu," ungkap Dhani.
"Yang jelas dua generasi di atasku itu semuana ksatria (dalam agama Hindu). Bukan waisya bukan pedagang," pungkasnya.
(*)
Penulis | : | Silmi Nur Aziza |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |