Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Kebahagiann dari dua orang yang saling jatuh cinta adalah bisa menghabiskan waktu bersama seumur hidup.
Kamu mungkin telah menjalin hubungan selama bertahun-tahun dengan pacarmu dan ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius, bukan?
Menjaga menjalin hubungan selama bertahun-tahun tentu membuatmu merasa yakin bahwa pacarmu adalah jodoh yang telah Tuhan tetapkan untukmu.
Namun, apakah itu cukup meyakinkan untuk berkomitmen hidup bersama seumur hidup?
Apakah bisa menjadi jaminan untuk menjaga hati satu sama lain dan tidak berpaling, bahkan selingkuh?
Semua orang sepakat pada anggapan bahwa perselingkuhan adalah pengkhianatan paling tinggi dalam sebuah hubungan.
Ada banyak riset yang mengungkap seluk beluk mengenai perselingkuhan.
Namun riset yang satu ini menarik untuk diperhatikan lebih lanjut, yaitu riset mengenai mereka yang diselingkuhi.
Meskipun diselingkuhi bukanlah kesalahan korban, namun memahami faktor-faktor potensial tentang suatu perselingkuhan menjadi penting, sebab perselingkuhan membahayakan sebuah hubungan.
Sehingga, semakin banyak kita mempelajari faktornya, akan semakin besar peluang untuk meminimalisasi kejadian dan dampaknya.
Dilansir Grid,ID dari Kompas.com, Profesor dan mantan Kepala Departemen Psikologi di Monmouth University, Dr. Gary W. Lewandowski Jr menjelaskan tentang sebuah studi yang dilakukan oleh Meghna Mahambrey dari Ohio State University.
Studi yang dipublikasikan pada 2020 itu mencari tahu jawaban dari pertanyaan: "siapa yang diselingkuhi paling sering dalam sebuah hubungan?".
Peneliti fokus pada aspek kepribadian yang membuat seseorang lebih rentan menjadi korban perselingkuhan pasangannya.
Partisipan penelitian berasal dari sampel besar yang representatif secara nasional dengan analisis yang berfokus pada 1.577 peserta.
Sebanyak 898 di antaranya menikah, di usia dewasa menengah atau akhir, yang diwawancarai melalui telepon dan survei laporan diri.
Dari seluruh sampel, 19 persen melaporkan pernah diselingkuhi dengan pola yang sama.
Peneliti kemudian mengumpulkan informasi tentang kepribadian, dengan cara menanyakan partisipan seberapa tepat kepribadian Lima Besar yang berbeda menggambarkan diri mereka:
- Openess (contoh, suka petualang, ingin tahu, dan cerdas).
- Conscientiousness (contoh, tanggungjawab, pekerja keras, dan terorganisir).
- Extraversion (contoh, bersahabat, supel dan suka bicara).
- Agreeableness (contoh, peduli, berhati lembut, simpati).
- Neuroticism (contoh, mudah berubah suasana hati, mudah gugup dan mudah khawatir).
Peneliti juga mencatat serangkaian pengalaman hidup dan meminta para peserta untuk mencocokannya, termasuk apakah "Pasangan terlibat dalam perselingkuhan perkawinan."
Hasil Penelitian
Tentu saja banyak hal yang berkontribusi terhadap perselingkuhan dalam suatu hubungan, tidak hanya berkaitan dengan kepribadian.
Peneliti juga memperhitungkan faktor-faktor seperti usia, pendidikan, jenis kelamin, ras/etnis, dan agama.
Peneliti secara statistik menemukan, dari semua sampel, mereka yang memiliki kepribadian kurang "conscientious" (kurang berhati-hati), yakni lebih ceroboh, kurang kerja keras dan kurang terorganisir, cenderung lebih mungkin menjadi korban perselingkuhan pasangannya.
Ketika peneliti melakukan analisis serupa pada sub-sampel individu yang sudah menikah, peneliti menemukan pola yang sama.
Namun, peneliti menemukan pula bahwa orang-orang dengan karakter "agreeable" alias mudah setuju, yakni lebih hangat dan sering membantu, juga cenderung memiliki pasangan yang berselingkuh.
Namun, hasil penelitian ini bukanlah justifikasi untuk menyalahkan korban perselingkuhan.
Orang yang berselingkuh adalah seseorang yang melanggar kepercayaan dalam berhubungan dan itu salah.
Pelaku Selingkuh Merasa Mudah Dimaafkan
Yang perlu dipahami bahwa pelaku perselingkuhan merasa pelanggaran mereka akan lebih mudah diampuni ketika pasangan mereka memiliki karakter seperti di atas.
Studi semacam ini menunjukkan pentingnya karakter berhati-hari dan kesesuaian dalam dinamika hubungan.
Penting untuk dicatat bahwa hasil penelitian ini hanya berlaku untuk peserta yang tahu pasangannya selingkuh.
Baca Juga: Pernah Ciuman dengan Cewek yang Bau Mulut, Sule Ngakak: Ya Bau Nggak Gue Terusin
Tingkat perselingkuhan keseluruhan 19 persen kemungkinan merupakan perkiraan yang terlalu rendah.
Pada kenyataannya, lebih banyak orang berselingkuh dibanding angka itu.
Hanya saja pasangannya tidak mengetahui.
Dalam penelitian di atas, jenis perselingkuhan tidak ditentukan, sehingga para peneliti mengandalkan definisi peserta sendiri, yang dapat mencakup berbagai perilaku dari perselingkuhan emosional hingga hubungan seksual
Pada akhirnya, sikap lebih berhati-hati tidak menjamin pasangan kita tidak akan berselingkuh.
Kamu perlu menekankan sikap bertanggung jawab yang lebih besar, disiplin diri, dan saling membantu dapat menguntungkan hubungan, ya.
(*)
Source | : | Tribunnews.com,lifestyle.kompas.com |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Okki Margaretha |