Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Berseloroh nelangsa, aksi demo yang berujung ricuh tak bisa di hindari seorang pedagang siomay di Sumatera Selatan.
Bentrok antara polisi dan massa yang melakukan penolakan omnibus Law Cipta Kerja ini bahkan telah merusak sejumlah tatanan kota.
Menjadi saksi sekaligus korban, Galih (19) seorang pedagang siomay akhirnya akan bicara.
Baca Juga: Main Golf Saat Musim Kawin, Pria Ini Harus Terima Risiko Ginjalnya Terbelah Setelah Ditanduk Rusa!
Melansir informasi dari TribunSumsel.com Jumat (9/10/2020), Galih mengaku bersedih lantaran gerobaknya hancur dan nyaris tewas terinjak-injak.
Tak ada yang tersisa, Galih yang hendak berjualan di keramain justru mendapat nasib apes.
"Saya lagi jualan di dekat pintu masuk depan DPRD, terus tiba-tiba ricuh dan banyak yang mendorong gerobak saya karena berusaha lari."
"Soalnya tadi banyak sekali lemparan batu," kata Galih menceritakan kejadian mengejutkan yang baru saja menimpanya, Kamis (8/10/2020).
Saat kejadian berlangsung Galih mengaku sempat pingsan lantaran panik terkena gas air mata.
Selain itu, memiliki riwayat penyakit asma, Galih tak kuasa membentengi dirinya saat demo berujung ricuh.
Kendati demikian, Galih mengaku beruntung lantaran beberapa mahasiswa membopong dan menyelamatkannya.
"Untungnya saya ditolong sama beberapa mahasiswa yang pakai baju kemeja hijau."
"Saya dibopong sama mereka, dibawa ke tempat aman. Kalau tidak, mungkin saya sudah meninggal karena terinjak-injak," ujarnya.
Baca Juga: Aksi Demonstrasi di Yogyakarta Berujung Ricuh, Sultan Hamengkubuwono X Angkat Bicara
Ya, warga asli Kebumen Jawa Tengah itu, mengaku telah merantau ke Palembang demi sesuap nasi.
Meraup upah Rp 80 ribu perhari, Galih kini justru mengalami nasib malang yang tak terhindarkan.
Meskipun selamat dari tindak kericuhan, Galih kini harus memikirkan ganti rugi atas dagangan dan gerobaknya yang hancur.
"Saya mau minta ganti sama siapa. Pasti juga kena marah bos," ujarnya.
Diperkirakan mengalami rugi hingga Rp 3 juta, Galih mengaku tak menyangka niatnya berjualan di keramaian akan berujung tragis.
"Ini pertama kalinya saya jualan di tempat demo. Namanya pedagang, ya saya pilih tempat ramai untuk jualan."
"Saya lihat juga banyak kok yang jualan di sini. Tidak menyangka ujung-ujungnya akan seperti ini," ujarnya dengan wajah sedih.
Lebih lanjut melansir pantauan dari Kompas.com, penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di Sumatera Selatan dikabarkan berakhir damai di Palembang, Rabu (7/10/2020).
Meskipun demikian, aksi yang dilakukan Aliansi Pemuda dan Mahasiswa untuk Masyarakat (Ampera), beberapa kali terjadi sempat dikabarkan tegang.
Sebab, mahasiswa memblokade akses jalan di Pom IX, tepatnya di depan Gedung DPRD Provinsi Sumatera Selatan.
Bahkan, Polrestabes Palembang menangkap sebanyak 183 orang yang diduga sebagai penyusup.
Pelaku yang diamankan polisi, dikabarkan membawa sejumlah barang berbahaya yang diduga dapat menyulut kericuhan.
Polrestabes Palembang mengatakan, rata-rata kedapatan membawa senjata tajam, bom molotov hingga air keras.
"Sekarang mereka kita data untuk dimintai keterangan. Dari yang diamankan sejak aksi dimulai sampai selesai ada 183 orang," jelas Kapolrestabes Palembang Kombes Anom Setiyadji.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Sumsel |
Penulis | : | Novia |
Editor | : | Nesiana Yuko Argina |